Pemerintah sedang menggodok alokasi anggaran subsidi bahan bakar minyak atau BBM 2023. Namun demikian, pemerintah memberikan sinyal bahwa subsidi BBM yang akan diberikan pada tahun depan akan terbatas.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan masyarakat harus memahami bahwa anggaran negara tidak bisa menanggung peningkatan harga BBM dunia sepenuhnya. Susiwijono menekankan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN saat ini terbatas.
Harga keekonomian BBM saat ini sudah jauh di atas alokasi anggaran subsidi dalam APBN 2022. Alokasi subsidi BBM pada atau APBN 2022 berdasarkan patokan harga minyak dunia senilai US$ 63 per barel. Sementara rata-rata harga BBM pada Januari-Juli 2022 telah lebih dari US$ 105 per barel.
"Ruang APBN kita sudah cukup. Harga jual dan keekonomian BBM ini tinggi sekali. Kami sedang hitung perlu opsi kenaikan harga," kata Susiwijono di Gedung Sarinah, Senin (15/8).
Kalau pun naik, kata Susiwijino, pemerintah akan membuat harga BBM tidak akan terlalu memberatkan masyarakat. Selain itu, pemerintah akan menyiapkan tambahan berbagai bantuan sosial.
Susiwijono menilai penambahan bantuan sosial akan lebih adil terhadap masyarakat yang terdampak oleh peningkatan harga BBM. Menurutnya, masyarakat yang tidak membutuhkan bantuan sosial pun mendapatkan bantuan sosial dalam bentuk subsidi BBM.
Dia mengatakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Investasi sedang menyelesaikan perhitungan alokasi subsidi BBM tersebut. Salah satu faktor yang sedang diperhitungkan adalah dampak dari peningkatan harga BBM terhadap inflasi nasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut kemungkinan anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502,4 triliun tahun ini tidak akan cukup. Pasalnya, kuota volume Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disubsidi menipis sehingga memerlukan adanya penambahan kuota.
Sri Mulyani menjelaskan hingga Juli konsumsi untuk BBM bersubsidi jenis Pertalite mencapai 16,8 juta kilo liter. Dengan demikian, kuota yang tersisa hanya 6,2 juta kilo liter dari alokasi awal. Kementerian ESDM menyebut kemungkinan volume BBM bersubsidi akan mencapai 28 juta kilo liter tahun ini. Itu artinya perlu tambahan 5 juta kilo liter lagi untuk Pertalite.
"Ini berarti akan ada tambahan di atas Rp 502 triliun yang sudah kita sampaikan, belum lagi harga minyak yang dalam APBN kita asumsikan US$ 100 per barel, kemarin pernah mencapai US$ 120 per barel," kata Sri Mulyani dikutip dari Antara, Rabu (10/8).
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan subsidi BBM harus diperkecil untuk menekan besaran subsidi dan kompensasi energi yang nilainya telah mencapai Rp 502,4 triliun. Dia juga meminta masyarakat agar bersiap jika nantinya pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM.
Bahlil menilai, jika harga minyak mentah dunia naik ke level US$ 105 per barel dengan asumsi kurs rupiah Rp 14.740 per dolar, maka pemerintah bakal menanggung beban subsidi BBM hingga Rp 600 triliun. Beban tersebut akan dirasa lebih berat jika pemerintah memutuskan untuk menambah kuota BBM bersubsidi Pertalite menjadi 29 juta kilo liter (kl) dari sebelumnya 23,5 juta kl.
"Rasa-rasanya sih untuk menahan harga BBM seperti sekarang, perasaan saya kita harus siap-siap jika kenaikkan BBM itu terjadi. Karena Rp 600 triliun setara 25% total pendapatan APBN. Ini gak sehat," kata Bahlil di Kantor Kementerian Investasi pada Jumat (12/8).