Cegah Anggaran Jebol, Pemerintah Perketat Distribusi BBM Bersubsidi

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/aww.
Pengendara motor berputar arah setelah mengetahui BBM jenis Pertalite dan Pertamax kosong di SPBU 34-16117, Kelurahan Pasir Mulya, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (8/8/2022). Sejumlah SPBU di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor mengalami kelangkaan BBM jenis Pertalite dan Pertamax sejak tiga hari terakhir akibat belum datangnya pasokan BBM dari Pertamina.
26/8/2022, 21.59 WIB

Pemerintah tengah berupaya untuk menjaga alokasi anggaran subsidi energi tidak lebih dari Rp 502 triliun pada tahun ini. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memperketat distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyampaikan asumsi harga minyak di APBN naik dari US$ 63 menjadi US$ 100 per barel. Sementara total subsidi energi yang dialokasikan pemerintah mencapai Rp 502 triliun.

Mantan Direktur Utama PT Pupuk Indonesia ini menilai adanya windfall profit dari kenaikan harga komoditas unggulan sudah tak sanggup untuk menutupi beban subsidi bahan bakar minyak atau BBM yang besar. Harga minyak mentah dunia masih bertengger di posisi tinggi seiring belum meredanya konflik antara Rusia dan Ukraina.

"Kalau dibiarkan, subsidi energinya bisa Rp 695 triliun," kata Arifin saat ditemui wartawan di Aula Damar Kementerian ESDM pada Jumat (26/8).

Pada kesempatan tersebut, Arifin mengatakan pemerintah belum akan menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar hingga akhir pekan ini. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan rencana pembatasan distribusi BBM bersubsidi masih digodok di lingkup kementerian bidang perekonomian.

Harapannya, alokasi anggaran subsidi energi tidak kembali mengalami kenaikkan dari pagu yang ditetapkan pada APBN tahun ini. “Pemerintah menargetkan yang Rp502 triliun itu tidak naik, konsennya itu yang memang dicoba,” ujar Arifin.

 

 

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Keuangan menghitung butuh tambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp 198 triliun pada tahun ini jika pemerintah ingin menahan harga Pertalite dan Solar. Dengan demikian subsidi dan kompensasi energi akan membengkak menjadi Rp 700 triliun tahun ini.

Namun, pemerintah hingga kini belum menentukan kebijakan apa yang akan dipilih terkait nasib harga BBM bersubsidi. "Kalau tidak menaikan harga BBM dan tidak melakukan apa-apa, juga tidak ada pembatasan, maka Rp 502 triliun saja tidak cukup, butuh tambahan lagi," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (23/8).

 Menurut Sri Mulyani, tambahan anggaran sebesar Rp 198 triliun baru menghitung kebutuhan tambahan kuota subsidi untuk BBM jenis pertalite, solar dan minyak tanah. Ini belum termasuk tambahan anggaran untuk subsidi LPG tabung 3 Kg dan listrik.

Bendahara negara itu mengakui, pemerintah kini hanya memiliki tiga pilihan. Pertama, menambah anggaran subsidi dan kompensasi mencapai Rp 700 triliun. Kedua, membatasi penyaluran BBM bersubsidi sehingga tidak semua masyarakat bisa mengakses. Ketiga, menaikan harga BBM bersubsidi.

Menurut laporan Global Petrol Prices, negara yang tercatat memiliki harga BBM termurah di Asia Tenggara adalah Malaysia, yakni Rp6792,6 per liter (BBM setara RON 95). Di atasnya ada Vietnam dengan harga BBM Rp15.939,6 per liter.

Adapun Indonesia merupakan negara dengan harga BBM termurah ketiga di kawasan, yakni Rp17.320 per liter. Sedangkan, Singapura menjadi negara dengan harga BBM termahal di Asia Tenggara, yaitu Rp29.015 per liter.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu