Proyek migas Indonesia Deepwater Development atau IDD fase II dikabarkan akan dikelola oleh ENI. Perusahan migas asal Italia tersebut resmi mengambil hak partisipasi atau participating interest (PI) dari PT Chevron Pacific Indonesia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengaku pihaknya sudah menetapkan kontrak kerja sama (KKKS) yang bakal menggantikan posisi Chevron di proyek laut dalam yang berlokasi di Cekungan Kutai, Kalimantan Timur itu. Namun sayangnya, Arifin tak memberi keterangan lebih rinci.
"Sudah fixed, lagi final. Jadi gak usah di-mention," kata Arifin saat ditemui di sela acara IPA Convention 2022 yang mengangkat tema “Addressing the Dual Challenge: Meeting Indonesia’s Energy Needs While Mitigating Risks of Climate Change”, di Jakarta Convention Center (JCC) pada Rabu (21/9).
Lebih lanjut, kata Arifin, KKKS yang akan menggantikan Chevron sudah berada di lokasi wilayah kerja IDD saat ini, lengkap dengan fasilitas yang siap pakai. Arifin pun meminta masyarakat untuk menunggu pengumuman resmi yang akan diumumkan pada akhir tahun ini.
"Dia sudah ada di sana, fasilitasnya juga sudah bisa dipakai supaya investasinya bisa lebih efisien," ujar Arifin.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto berharap pengumuman operator IDD bisa diselesaikan pada tahun ini. Adapun posisi Eni dalam upaya ambil alih blok migas ini cukup strategis karena telah memiliki fasilitas produksi tak jauh dari IDD, yaitu Blok Muara Bakau dan Lapangan Merakes, Blok East Sepinggan, Kalimantan Timur.
Keputusan ENI nantinya akan sangat menentukan target operasional (onstream) proyek migas itu. Patokan pemerintah, IDD Tahap II akan mulai berproduksi pada 2025.
Adapun IDD berlokasi di Cekungan Kutai, provinsi yang sama. "Mudah-mudahan akhir tahun ini bisa lebih jelas. Targetnya akhir tahun ini. Operatornya akan clear," kata Dwi di Kantor Kementerian ESDM pada Senin (15/8).
Kabar Chevron hengkang dari proyek IDD muncul pada awal Agustus lalu. Perusahaan asal Amerika Serikat itu disebut-sebut bakal melego hak partisipasinya seharga US$ 5 miliar atau sekitar Rp 73 triliun.
Perusahaan beralasan proyek tahap IDD tahap II yang terdiri dari Blok Ganal dan Blok Rapak tidak masuk keekonomian perusahaan. Proyek tersebut juga tak dapat bersaing dengan portofolio Chevron secara global.
Awalnya, Chevron telah mendapatkan persetujuan rencana pengembangan atau PoD proyek IDD di 2008. Namun, pada 2013 perusahaan mengajukan revisi karena harga minyak naik. Nilai investasi proyek bertambah menjadi US$ 12 miliar. Revisi proposal pada 2013 tersebut langsung ditolak oleh pemerintah.
Chevron kembali mengajukan proposal PoD dengan nilai investasi US$ 9 miliar pada 2015, disertai dengan permintaan insentif berupa investment credit di atas 100%. Pemerintah lagi-lagi menolak proposal itu.
Kemudian, Chevron mengajukan lagi revisi PoD dan perpanjangan kontrak pada tahun ini tapi tak kunjung mencapai kesepakatan dengan pemerintah, terutama mengenai skema bagi hasil. Pemerintah mengharuskan Chevron menggunakan skema gross split dalam proyek IDD tahap II.