Harga minyak acuan Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI) turun 5,69% ke level US$ 78,74 per barel pada perdagangan Jumat kemarin. Hal ini menandai rekor harga minyak terendah sejak Januari.
Sedangkan, harga patokan minyak mentah Brent, mengalami penurunan sebesar 4,76% ke level US$ 86,15 per barel. Seperti dikutip dari The New York Times, harga minyak kembali anjlok seiring kekhawatiran besar dunia sedang menuju ke dalam resesi.
Sebagaimana diketahui, sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari harga komoditas energi, terutama minyak mengalami fluktuasi. Harganya bahkan sempat melambung di atas US$ 120 per barel pada Juni lalu.
Namun, saat ini di tengah pasokan minyak dunia yang terbatas, permintaan bahan bakar juga melemah. Penggunaan energi di China misalnya, yang telah menjadi pendorong utama harga minyak selama dua dekade terakhir, turun tajam karena pemerintah negara itu sering mengunci kota dan wilayah besar untuk mencegah penyebaran virus corona.
Hong Kong pada hari Jumat melonggarkan karantina untuk pelancong internasional. Pengumuman itu dapat menandakan bahwa pejabat China pada akhirnya dapat mencabut kontrol pandemi yang ketat di tempat lain juga.
Alasan lain yang menyebabkan harga minyak jatuh adalah karena dolar AS menguat terhadap mata uang lainnya. Karena minyak diperdagangkan dalam dolar, bahan bakar menjadi lebih mahal bagi individu dan bisnis di negara-negara dengan mata uang yang lebih lemah bahkan jika tidak ada perubahan pada harga dasar minyak.
"Itu, pada gilirannya, mengurangi permintaan komoditas dan menekan harganya dalam dolar," tulis laporan tersebut.
Banyak ekonom memperkirakan, harga minyak akan naik dalam jangka panjang, terutama jika perang di Ukraina berlanjut. Rusia biasanya memasok sekitar 10 persen dari minyak yang dikonsumsi di seluruh dunia.
Ketika sanksi diperketat, dan industri minyak Rusia jatuh ke dalam keruntuhan karena kurangnya teknologi Barat, produksinya bisa turun secara substansial, membatasi pasokan. Ekonomi China yang lebih kuat juga bisa mendorong harga lebih tinggi.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia akan mempertimbangkan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jika rata-rata harga minyak mentah Indonesia kembali level US$ 63 per barel.