Harga minyak melonjak sekitar 4% ke level tertinggi lima minggu terakhir pada akhir pekan lalu. Harga minyak terdongkrak oleh keputusan OPEC+ pekan lalu untuk memangkas pasokan minyak terbesar sejak 2020 meskipun ada kekhawatiran resesi dan kenaikan suku bunga.
Minyak menguat untuk hari kelima berturut-turut bahkan saat dolar AS juga menguat. Dolar AS yang menguat biasanya menekan permintaan minyak karena pembeli dengan mata uang denominasi di luar dolar AS harus membeli minyak dengan harga lebih mahal.
Harga minyak Brent naik US$3,50 atau 3,7% menjadi US$97,92 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$4,19 atau 4,7% menjadi berakhir $92,64.
Ini adalah penutupan tertinggi harga minyak Brent sejak 30 Agustus dan WTI sejak 29 Agustus. Lonjakan harga mendorong kedua benchmark ke wilayah overbought secara teknis untuk pertama kalinya sejak Agustus untuk Brent dan Juni untuk WTI.
Kedua kontrak membukukan kenaikan mingguan kedua berturut-turut, dan persentase kenaikan mingguan terbesar sejak Maret minggu ini, dengan Brent naik sekitar 11% dan WTI 17% lebih tinggi.
Menurut data Refinitiv, harga berjangka minyak AS melonjak 19% minggu ini ke penutupan tertinggi sejak Juni, meningkatkan retakan minyak pemanas atau ukuran margin keuntungan penyulingan ke rekor penutupan tertinggi sejak Desember 2009.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, sepakat pada pekan ini untuk menurunkan target produksi mereka sebesar 2 juta barel per hari.
"Di antara konsekuensi utama dari pemotongan terbaru OPEC adalah kemungkinan kembalinya minyak US$100," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM.
UBS Global Wealth Management juga memproyeksikan harga minyak Brent akan bergerak di atas angka US$100 per barel.
Pemangkasan dilakukan OPEC+ menjelang embargo Uni Eropa pada minyak Rusia sehingga akan menekan pasokan di pasar yang sudah ketat.
Sekretaris Jenderal OPEC Haitham al-Ghais mengatakan penurunan target produksi akan membuat OPEC+ memiliki lebih banyak pasokan untuk dimanfaatkan jika terjadi krisis.
Presiden AS Joe Biden pekan lalu menyatakan kekecewaannya atas rencana OPEC+. Dia dan pejabat AS mengatakan Washington sedang mencari semua alternatif yang mungkin untuk menjaga harga agar tidak naik.
Namun demikian, jumlah rig minyak AS, indikator awal produksi masa depan, turun dua minggu ini menjadi 602. Inflasi yang tinggi memaksa produsen menghabiskan lebih banyak uang untuk mengamankan pekerja dan peralatan.
"Harga minyak berjangka berhasil mendapatkan traksi naik meskipun inflasi yang meluas di AS dan Eropa mengancam potensi resesi global di mana permintaan kemungkinan akan mendapat pukulan yang cukup besar," kata analis di perusahaan konsultan energi Gelber & Associates.
Di Eropa, perpecahan antara para pemimpin Uni Eropa mengenai pembatasan harga gas dan paket penyelamatan nasional muncul kembali. Polandia menuduh Jerman "egois" dalam menanggapi krisis energi musim dingin yang disebabkan oleh perang Rusia di Ukraina.