OPEC+ Pangkas Produksi, Harga Minyak dan Inflasi Berpotensi Terbang

Muhamad Fajar Riyandanu
6 Oktober 2022, 18:59
harga minyak, opec, inflasi
123RF.com/sergeiminsk
Ilustrasi pengeboran minyak.

OPEC+ mengumumkan pengurangan produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari (bph) untuk November, tepat menjelang puncak musim dingin dan embargo Uni Eropa terhadap minyak mentah Rusia. Langkah tersebut berpotensi melambungkan harga minyak dan inflasi di dunia.

Harga minyak mentah Brent pekan ini telah melonjak kembali ke level tertinggi dalam tiga pekan terakhir di  US$ 93,49 per barel. Sementara West Texas Intermediate (WTI) bertengger di level US$ 87,62 setelah sebelumnya sempat turun di bawah US$ 80.

Advertisement

"Kami prihatin dengan kebangkitan harga minyak internasional, yang telah menunjukkan beberapa tanda-tanda mereda sejak kuartal kedua," kata juru bicara SK Energy, penyulingan terbesar Korea Selatan, kepada Reuters pada Rabu (6/10).

Langkah OPEC+ memicu kekhawatiran dari pasar negara berkembang yang mengimpor minyak, beberapa di antaranya menjadi sangat rentan terhadap guncangan harga di tengah hambatan pasokan global.

Sri Lanka sedang berjuang melawan krisis ekonomi terburuknya sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948. Dengan anjloknya mata uang, inflasi di Sri Lanka menjadi tak terkendali sehingga menghambat impor makanan, bahan bakar dan obat-obatan.

Presiden Ranil Wickremesinghe memperingatkan Sri Lanka harus membayar lebih untuk bahan bakar karena negara-negara kaya menimbun kebutuhan mereka sendiri.

"Ini bukan hanya masalah yang dihadapi oleh kami tetapi beberapa negara Asia Selatan lainnya," katanya kepada parlemen, Kamis. "Inflasi global akan melanda kita semua tahun depan."

Para pelaku industri menilai, peristiwa ini akan mendorong harga spot lebih tinggi, terutama untuk minyak Timur Tengah yang memenuhi sekitar dua pertiga dari permintaan Asia. Sumber SK Energy  mengatakan pengurangan pasokan dapat mendorong harga kembali ke level yang dicapai pada kuartal II tahun ini.

Korea Selatan telah merasakan biaya penyulingan minyak meroket karena melonjaknya harga komoditas. Brent mencapai US$ 139,13 per barel pada Maret, tertinggi sejak 2008, setelah perang Ukraina memicu kekhawatiran hilangnya pasokan minyak Rusia karena sanksi.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement