Berkat Hilirisasi, Ekspor Nikel Tahun ini Berpotensi Tembus Rp 440 T

ANTARA FOTO/Jojon/aww.
Aktivitas tungku smelter nikel di PT VDNI di kawasan industri di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Jumat (9/9/2022).
30/11/2022, 14.33 WIB

Pemerintah menyebut program hilirisasi bijih nikel menjadi besi baja dan bahan baku baterai telah berkontribusi signifikan terhadap peningkatan nilai ekspor nasional.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, tahun ini nilai ekspor dua komoditas tersebut ditaksir mencapai US$ 28,2 miliar atau setara Rp 442,74 triliun (kurs Rp.15.700 per dolar AS).

Luhut melaporkan, torehan ekspor komoditas besi baja pada tahun 2021 mencapai US$ 20,95 miliar, sedangkan produk olahan lanjutan bijih nikel menjadi bahan baku baterai juga berkontribusi pada capaian ekspor senilai US$ 310 juta pada tahun yang sama.

"Tahun ini untuk besi baja mungkin kisaran US$ 23 miliar atau US$ 26 miliar Kita beruntung tujuh tahun lalu kita sudah mulai hilirisasi," kata Luhut dalam Rapat Koordinasi Nasional Investasi 2022 pada Rabu (30/11).

Dalam paparannya, Luhut mencatat proyeksi ekspor besi baja ke luar negeri bisa menyentuh angka US$ 23,16 miliar pada tahun 2022.

Hitung-hitungan ini akan meningkat jadi US$ 28,2 miliar apabila nilai ekspor besi baja digabung dengan jumlah ekspor bahan baku baterai yang terdiri dari nickel pig iron, feronikel, nikel matte dan mix hydroxide precipitate (MHP).

Adapun MHP merupakan cikal bakal nickel sulphate atau cobalt sulphate yang menjadi bahan baku komponen baterai. Komoditas itu merupakan hasil dari pemurnian yang berasal dari smelter nikel High Pressure Acid Leach (HPAL).

"Kalau lihat ekspor besi baja dan bahan baku baterai ke dunia, kita akan bisa hampir US$ 30 miliar. Kalau waktu itu tidak ada hilirisasi, angka ini tidak ada dan ekonomi kita terjerembab hari ini," ujar Luhut.

Sebelumnya, Luhut mengatakan pemerintah terus memperluas investasi pengembangan hilirisasi mineral di Indonesia. Setelah sukses dengan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel, pemerintah akan menerapkan skema serupa untuk hilirisasi pada produk tambang timah, bauksit, dan tembaga lewat kerja sama dengan Cina.

Kata Luhut, kerja sama dengan Cina selama delapan tahun terakhir memberikan kontribusi yang positif melalui pembangunan beberapa pusat industri yang terintegrasi seperti di Morowali hingga kawasan industri Bintan.

Adapun perusahan Cina yang terjun ke sektor pengolahan nikel diantaranya PT Bintang Delapan Mineral, PT Virtue Dragon Nickel Industry, dan Jiangsu Delong Nickel Industry Company Limited.

Pada 2019, nilai bijih ekpor bijih nikel mentah hanya US$ 30 per ton, sedangkan nilai feronikel yang diproses melalui pemurnian mencapai US$ 1.300 per ton dan setelah diolah menjadi baja tahan karat menjadi US$ 2.300 per ton. Nilai ekspor nikel yang telah diolah menjadi US$ 20,9 miliar atau Rp 360 triliun pada 2021.

“Sekarang ekonomi Indonesia bisa terus tertopang karena hilirisasi tadi, padahal itu baru bijih nikel saja. Sekarang kita lagi bicara sama teman-teman dari Tiongkok untuk terkait hilirisasi timah, bauksit, tembaga,” kata Luhut beberapa waktu lalu, Jumat (28/10).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu