Kementerian ESDM menyatakan siap untuk menyetop ekspor timah balok atau tin ingot sembari menunggu hasil audit tata kelola niaga timah oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Ridwan Djamaluddin, mengatakan proses audit masih dalam proses penyelesaian untuk diserahkan kepada pemerintah. "Kalau kami diperintahkan untuk moratorium ekspor timah batangan, kami siap," kata Ridwan saat ditemui di Gedung Nusantara I DPR Jakarta, Selasa (6/12).
Ridwan menjelaskan, audit yang dilakukan oleh BPKP fokus pada tata kelola niaga timah untuk mengetahui kondisi riil rantai pasok komoditas tersebut. Hasil audit tersebut diharapkan bisa menjadi modul dalam pembuatan rencana, atau kebijakan tata kelola niaga timah setelah pemerintah meresmikan aturan penyetopan ekspor tin ingot.
Adapun pelaksanaan audit diputuskan dalam rapat antar Kementerian yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada Agustus lalu. "Auditnya jalan, nanti akan dilaporkan langsung kepada para menteri yang memerintahkan hal itu," ujar Ridwan.
Sementara itu, pada hari ini Presiden Joko Widodo menggelar Sidang Kabinet Paripurna bersama pimpinan lembaga eksekutif. Salah satu pembahasannya adalah strategi hilirisasi timah dan bauksit. Sejumlah menteri yang hadir adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri investasi Bahlil Lahadalia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Zulkifli mengatakan hilirisasi menjadi hal yang penting untuk memberikan nilai tambah. "Oleh karena itu akan dijadikan hilirisasi seperti nikel, mungkin akan diberlakukan tahun depan," kata Zulkifli di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/12).
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif menilai komoditas tambang bijih timah juga berpeluang untuk menghasilkan keuntungan besar jika melewati proses hilirisasi. Adapun bijih timah hasil penambangan dihargai US$ 1.000 per ton.
Angka ini akan naik menjadi US$ 9.000 per ton, setelah melewati proses pengolahan dan pemurnian. Harga timah bisa melambung lebih tinggi jika sudah dalam bentuk timah batangan untuk keperluan manufaktur seharga US$ 16.250 per ton.
"Secara internal bapak presiden menginginkan hilirisasi tidak hanya di satu komoditas, tapi juga di komoditas bauksit, timah, nikel, dan sebagainya," kata Irwandi saat menjadi pembicara dalam agenda daring bertajuk Inovasi untuk Stabilisasi dan Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan, Jumat (18/11).