LSM Soroti Ancaman Pidana Aktivitas Pertambangan dalam Perppu Ciptaker

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/foc.
Foto udara area bekas lubang galian tambang emas ilegal di kawasan Kecamatan Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Jumat (15/1/2021).
4/1/2023, 16.39 WIB

"Saat itu warga hanya membentangkan spanduk, aktivitas pertambangan pasir juga masih beroperasi. Warga tidak ada yang menghalang-halangi aktivitas produksi atau menutup akses jalan, tapi kemudian mereka dilaporkan dengan Pasal 162 ini," ujar Rere.

Hal yang sama disampaikan Kordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam, Melky Nahar. Jatam mencatat aturan Pasal 162 menjerat tiga warga di Pulau Wawonii, Konawe Kepulauaun, Sulawesi Tenggara dan 22 warga di Bangka Belitung.

"Pasal ini semacam pasal karet, praktiknya sering dipakai untuk membungkam dan mematikan perlawanan warga," kata Melky.

Melky menjelaskan, Pasal 162 UU Minerba ini merujuk kepada Pasal 86F huruf P dan Pasal 136 ayat 2 ihwal proses penyelesaian hak atas tanah. Namun, Pasal 162 juga bertentangan dalam regulasi lain, seperti pasal perlindungan bagi warga yang memperjuangkan lingkungan hidup di UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Wahli dan Jatam berharap DPR RI mempelajari urgensi Perppu Ciptaker. Pengesahan Perppu bakal menjadi preseden buruk karena meloloskan aturan yang sebetulnya di sudah dibatalkan melalui MK.

Sebelumnya, MK telah menetapkan bahwa pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat secara formil sehingga bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Mahkamah juga memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen. Pada akhir 2022, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu Ciptaker.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu