Implementasi BLU Batu Bara Molor dari Target Terkendala Payung Hukum

ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/hp.
Foto udara tempat penumpukan sementara batu bara di Muarojambi, Jambi, Selasa (21/4/2020).
5/1/2023, 18.14 WIB

Implementasi Badan Layanan Umum (BLU) batu bara yang dijadwalkan bisa berjalan pada Januari 2023 tak kunjung terwujud. Hal ini lantaran belum adanya regulasi yang mengatur mekanisme maupun pelaksanaan pungutan ekspor batu bara oleh BLU.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, mengatakan bahwa sampai sejauh ini pelaksanaan BLU di lapangan belum terealisasi.

"Setahu saya skema BLU belum berjalan karena belum ada dasar hukum. Sama sekali belum berjalan," kata Hendra kepada Katadata.co.id, Kamis (5/1).

Pada kesempatan tersebut, pelaku usaha berharap agar formula pembentuk harga batu bara (HBA) yang berlaku saat ini bisa direvisi sebelum pelaksanaan BLU. Menurut Hendra, disparitas antara harga aktual ekspor dengan HBA dan harga patokan batu bara (HPB) melebar sejak 2021.

"Sehingga perusahaan membayar royalti jauh lebih tinggi. Apalagi setelah tarif royalti baru yang telah dinaikkan," ujar Hendra. Simak perkembangan HBA pada databoks berikut:

Adapun pemerintah melalui Kementerian ESDM mengutus Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) sebagai badan khusus pungutan ekspor batu bara.

Skema BLU batu bara disebut mendesak untuk menjamin ketersediaan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri melalui penghimpunan dan penyaluran dana kompensasi.

Melalui skema ini, PLN dan industri semen, pupuk, dan industri tertentu hanya wajib membayar batu bara senilai harga jual domestic market obligation atau DMO, yakni US$ 70 per ton untuk PLN dan US$ 90 per ton untuk industri.

Sementara itu, selisih antara harga pasar yang dikurangi dengan harga wajib PLN atau industri akan ditutup langsung oleh BLU yang memperoleh dana dari tarikan iuran ekspor para penambang. Saat ini pemerintah telah mematok angka DMO sebesar 25% dari total produksi tahunan perusahaan tambang.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengatakan BLU batu bara bakal berjalan efektif mulai Januari 2023. Payung hukum BLU batu bara akan diatur melalui Peraturan Presiden.

Asisten Deputi Bidang Pertambangan Kemenko Marves, Tubagus Nugraha, mengatakan draf Perpres BLU batu bara masih pada tahap pembahasan antar Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. Nantinya, Lemigas akan ditunjuk sebagai pengelola dana BLU batu bara.

"Harapannya bisa efektif pada Januari 2023," kata Tubagus saat ditemui di Grand Kemang Hotel Jakarta pada Rabu (12/10/2021).

Rencana pembentukan BLU batu bara mulai santer ketika PLN mengalami krisis pasokan batu bara pada awal 2022 karena menurunnya suplai dari produsen. Namun pembahasan pembentukan BLU batu bara kerap alot, terutama soal payung hukum, apakah berbentuk peraturan pemerintah atau peraturan presiden.

Pembentukan BLU batu bara memakan cukup waktu karena pemerintah juga diharuskan untuk menyiapkan regulasi turunan seperti Peraturan Menteri ESDM, Keputusan Menteri ESDM dan Peraturan Menteri Keuangan.

Tubagus menjelaskan, aturan turunan itu bakal mengatur formula, mekanisme biaya dan penentuan kelembagaan BLU DMO batu bara.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu