Pemerintah Diimbau Perluas Hutan Tanam Energi untuk Pasok Biomassa PLN

ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi
Petugas memantau alat Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) di Desa Saliguma, Pulau Siberut tengah, Kepulauan Mentawai, Selasa (17/9/2019).
Editor: Lavinda
4/5/2023, 18.21 WIB

Masyarakat Energi Biomassa Indonesia atau MEBI meminta pemerintah memperluas pengadaan hutan tanam energi (HTE) untuk memenuhi pasokan biomassa dan memenuhi bahan bakar produksi listrik, khususnya bagi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara PLN.

Hal ini bertujuan untuk memenuhi suplai biomassa domestik yang minim karena sebagian besar dijual ke pasar ekspor.

Ketua Umum MEBI, Milton Pakpahan, mengatakan hasil hutan Indonesia mampu menjadi campuran batu bara di sektor pembangkit listrik.

Menurut Milton, PLTU di Indonesia umumnya memakai batu bara dengan nilai kalori 4.200 kcal. Standar tersebut tak beda jauh dari biomassa dari sejumlah hasil limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang memiliki nilai kalori yang beragam.

Biomassa dengan bahan baku sekam memiliki nilai kalori 3.300 kcal dan biomassa dari cangkang sawit mempunyai nilai kalori sampai 4.800 kcal. "Gamal dan Kaliandra mungkin tanaman HTE terbaik karena dengan nilai kalori di atas 4.400 kcal dan potensi panen 30 sampai 50 ton per tahun dari luas lahan 1 hektar," ujar Milton lewat pesan singkat pada Kamis (4/5).

Menurut catatan Kementerian ESDM, potensi pemanfaatan bioenergi domestik mencapai 57 giga watt (GW), sementara realisasi hingga saat ini baru di angka 3.073 mega watt (MW).

Sumber utama dari bioenergi adalah hutan tamanam energi yang umumnya terdiri dari kayu pohon akasia, pongam, eucalyptus, kaliandra, turi, dan lamtorogung.

Kendati demikian, pemanfaatan bioenergi yang paling terlihat yakni pada sektor penyediaan bahan bakar nabati biodiesel 30 atau B30 yang merupakan campuran dari 30% minyak sawit dan 70% solar. Penyediaan bahan baku untuk biomassa sebagai campuran bahan bakar PLTU batu bara masih berada di kelas dua.

Hal itu terlihat dari adanya keluhan PLN yang menilai suplai biomassa sebagai campuran bahan bakar PLTU batu bara belum optimal, seiring ketersediaan bahan baku yang terbatas. Pasokan biomassa sejauh ini umumnya masih berasal dari produk sampingan.

PLN melaporkan serapan konsumsi biomassa untuk campuran atau co-firing batu bara PLTU sejumlah 220.000 ton sepanjang kuartal I 2023. Angka ini setara 20% dari kebutuhan biomassa untuk 34 PLTU batu bara sebanyak 1,08 juta ton pada tahun ini.

Harga biomassa untuk pembangkit listrik dibatasi dengan harga patokan tertinggi atau HPT batu bara. Hal tersebut berimbas kepada sikap para produsen yang memilih menjual hasil biomassa mereka ke pasar ekpor.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2020 menyebutkan total hutan yang bisa digunakan untuk pengembangan sumber biomassa seluas 572.751,955 hektar.

Angka tersebut merupakan hasil hitung-hitungan yang mencakup hutan tanaman rakyat (HTR), hutan kemasyarakatan (KM) dan Hutan Desa (HD) dengan asumsi penggunaan 25% untuk tanaman energi.

Lebih lanjut, studi PLN-IPB pada 2021 tentang ketersediaan lahan kering di Pulau Jawa menunjukkan ada potensi seluas 916.362 hektar dengan rincian untuk setiap PLTU dengan radius 50 sampai 60 kilometer.

"Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah yang bisa dijadikan pellet Refuse Derived Fuel (RDF) pengganti batu bara pada industri semen dan pellet Solid Recovered Fuel (SRF) untuk pemakaian terbatas 1% pada co-firing biomasa di PLTU," kata Milton.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu