DPR tengah merumuskan mekanisme domestic price obligation (DPO) terhadap jatah lifting atau minyak siap jual pemerintah yang dibeli oleh Pertamina. Langkah penetapan harga dalam negeri itu ditujukan untuk menekan harga penjualan BBM pada sektor hilir di stasiun pengisian bahan bakar (SPBU).
Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto menyampaikan bahwa sejauh ini bagian lifting minyak yang dibeli oleh Pertamina masih menggunakan patokan harga internasional. Hal tersebut berimbas pada meroketnya harga jual BBM saat posisi harga minyak global berada di level tinggi.
"Minyak mentah jatah pemerintah yang dibeli oleh Pertamina untuk diolah menjadi BBM seyogiaya dengan DPO. Ke depan kami akan rumuskan hal itu," kata Sugeng dalam diskusi Energy Corner CNBC pada Senin (8/5).
Mekanisme penetapan DPO pada minyak mentah ini meniru ketentuan yang lebih dulu diterapkan kepada pengadaan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) PLN dan industri. Lewat instrumen Keputusan Menteri ESDM Nomor 139 Tahun 2021, pemerintah mewajibkan pelaku usaha batu bara domestik untuk memenuhi kuota penjualan dalam negeri sebanyak 25% dari produksi tahunan untuk kelistrikan umum dan industri.
Sugeng menjelaskan pelaku usaha batu bara wajib menyerahkan seperempat hasil produksi batu bara tahunan kepada PLN dan industri semen dan pupuk dengan harga domestik yang lebih murah ketimbang harga internasional. Untuk sektor kelisrikan umum, batas atas harga batu bara kalori rendah 4.300 sampai 4.600 kcal per kilogram dipatok US$ 51 per ton.
"Mungkin dengan mekanisme DPO memang pendapatan negara agak berkurang sedikit. Namun jika dihitung, lebih bisa menekan harga di ujung, ke harga produk BBM," ujar Sugeng.
Lebih lanjut, ujar Sugeng, Komisi Energi DPR berencana untuk membatasi jenis atau variasi BBM yang ditawarkan di SPBU. Apabila rencana ini berjalan, SPBU domestik hanya akan menawarkan BBM jenis biofuel seperti biosolar dan jenis BBM yang dipatok paling rendah pada kelas Euro 4.
Euro 4 merupakan bahan bakar bensin dengan kadar oktan minimal 91, bebas timbal dan kandungan sulfurnya maksimum 50 ppm, Pertamax Turbo milik Pertamina merupakah salah satu bensin kelas Euro 4 karena memiliki nilai oktan 98 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.
"Kemungkinan ke depan tidak akan banyak jenis BBM, mungkin hanya dua jenis. Biofuel misalnya, dengan biosolar dan BBM yang memenuhi standar internasional misalnya EURO 4 sebagaimana Pertalite dan dinaikan menjadi Pertamax Plus," kata Sugeng
Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, juga beranggapan bahwa pengetatan variasi BBM yang dijual di pasar dapat mempermudah pengaturan harga jual di SPBU. "Yang terpenting target minimum Euro 4, rencana ini sama dengan golongan tarif pelanggan listrik yang akan disederhakan. Itu ide bagus," ujar Saleh.