SKK Migas Ungkap Potensi Jumbo Gas di Utara Bali, Surplus Kian Besar
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas Dwi Soetjipto optimistis pemenuhan gas di dalam negeri akan terus membaik. Apalagi untuk jangka panjang Indonesia masih menyimpan cadangan gas yang besar di beberapa titik.
“North Bali saat ini diduga punya cadangan besar juga,” ujar Soetjipto dalam Forum Kapasitas Nasional wilayah Jawa, Bali, Madura dan Nusa Tenggara di Surabaya, Senin (22/5).
Soetjipto mengatakan berdasarkan penelitian awal SKK Migas, cadangan gas yang terdapat di perairan pantai utara Bali setara dengan separuh produksi gas di Blok Masela. Meski begitu dia menyebut potensi itu merupakan hal besar.
“Mungkin saat ini tidak sebesar Masela tetapi mungkin separuh, dan itu punya potensi untuk kami alirkan ke Jawa dan daerah lain,” ujar Soetjipto lagi.
Adapun Blok Masela diproyeksikan bisa memproduksi 9.5 juta ton LNG per tahun dan gas pipa sebesar 150 juta standar kaki kubik per hari atau mmscfd.
Soetjipto mengatakan untuk jangka pendek, SKK Migas optimistis Indonesia akan memastikan surplus gas dengan terus bertambahnya produksi gas. Dia menyebutkan pada triwulan II 2023 SKK Migas mencatat lapangan Jambaran Tiung Biru yang berlokasi di Bojonegoro Jawa Timur akan beroperasi 100% dengan total produksi 192 mmscfd. Lapangan ini telah memproduksi gas perdana atau Gas On Stream (GoS) pada 20 September tahun lalu.
Selain itu lapangan MAC di Selat Madura yang dikelola Husky-CNOOC Madura Limited (HCML). Pada triwulan II 2023 akan memberi tambahan sekitar 25 sampai 40 mmscfd. Dengan penambahan ini maka produksi ladang yang sudah MDA- MBH dan MAC yang sebelumnya berada di 110 mmscfd naik menjadi sekitar 140 mmscfd.
Lebih jauh Soetjipto mengatakan surplus produksi gas di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah juga ditopang dengan eksplorasi tambahan di beberapa blok. Di antaranya adalah Blok Kangean, WK Blora yang dikelola TIS Petroleum E&P Blora Pte Ltd dan lapangan Bukit Panjang WK Ketapang milik Petronas.
Besarnya potensi surplus gas dalam negeri rupanya juga menghadirkan tantangan untuk industri migas. Presiden Indonesia Petroleum Association, Yuzaini bin Muhamad Yusof mengatakan salah satu tantangan adalah rendahnya serapan gas oleh industri.
“Hal ini menjadi perhatian kita semua yaitu mengenai serapan gas yang belum optimal khususnya di Jawa Timur,” ujar Yuzaini.
Menurut Yuzaini persoalan oversupply harus segera diatasi untuk memastikan produksi gas nasional tetap tinggi. Apalagi menurut dia, saat ini semakin banyak lapangan gas baru yang beroperasi penuh.
Ia berharap SKK Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan pemerintah daerah mengoptimalkan serapan gas bagi industri dan masyarakat. Selain itu ia berharap dukungan regulasi dari pemerintah untuk mendukung percepatan transisi energi dan kebijakan harga yang diharapkan bisa menguntungkan semua pihak.
Optimalisasi Jaringan Gas
Rendahnya serapan gas dalam negeri diakui Kepala Perwakilan SKK Migas Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara atau Jabanusa, Nurwahidi mengatakan serapan gas di wilayah Jabanusa saat ini baru di kisaran 559 mmscfd. Padahal SKK Migas menargetkan serapan hingga 744 mmscfd lebih rendah dari potensi lifting surplus gas yang mencapai 765 mmscfd.
Nurwahidi menjelaskan rendahnya serapan gas menyebabkan terjadi over supply untuk wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Namun, di sisi lain wilayah Jawa Barat justru mengalami defisit pasokan gas.
“Sehingga ini menjadi tantangan bagaimana mengoptimalkan tantangan dengan mengoptimalkan lifting dan menambah serapan gas,” ujar Nurwahidi.
Menurut Nurwahidi saat ini SKK Migas terus memastikan pemerataan distribusi gas dengan percepatan pembangunan jaringan pipa gas Semarang-Cirebon. Pembangunan pipa gas salah satunya juga untuk memanfaatkan produksi lapangan Jambaran Tiung Biru yang akan beroperasi maksimal pada Juni 2023.
Selain memaksimalkan distribusi, Nurwahidi juga menyebut langkah lain yang dilakukan SKK Migas adalah dengan mendorong percepatan konversi bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas. Menurut Nurwahidi penggunaan gas untuk kebutuhan industri termasuk hotel, restoran dan rumah tangga akan mendorong hadirnya energi yang lebih ramah lingkungan.