Pertamina Hitung Penyaluran Elpiji 3 Kg Tahun Ini Bakal Melebihi Kuota
PT Pertamina melaporkan hitungan serapan elpiji bersubsidi 3 kilogram (kg) hingga akhir tahun ini akan berada di angka 8,22 juta metrik ton. Besaran tersebut lebih tinggi 2,7% dari alokasi kuota tahunan sejumlah 8 juta metrik ton.
Lonjakan permintaan gas bersubsidi dilatarbelakangi oleh lebarnya disparitas harga jual antara elpiji tabung melon dan elpiji non subsidi yang menyentuh Rp 17.750 per kg.
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution, mengatakan bahwa lonjakan konsumsi elpiji tahun ini telah terasa sejak Mei dengan kenaikan permintaan hingga 5% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Adapun penyaluran elpiji bersubsidi tabung 3 kg hingga bulan Mei mencapai 3,32 juta metrik ton. Jumlah tersebut setara 41,5% dari total kuota tahun ini yang dipatok sebanyak 8 juta metrik ton.
Sementara itu, realisasi penyaluran subsidi hingga April telah mencapai Rp 26,93 triliun dari jatah alokasi anggaran belanja pemerintah pusat sebesar Rp 117,84 triliun.
Adapun besaran jatah subsidi elpiji melon menjadi yang terbesar dari seluruh suntikan subsidi energi pada 2023, mengalahkah subsidi Pertalite senilai Rp 21,54 triliun maupun subsidi listrik PLN Rp 72,57 triliun.
Alfian mengatakan, penyaluran kelebihan kuota (over quota) elpiji tahun ini tak akan mengerek alokasi anggaran belanja pemerintah pusat. Alasannya, pengeluaran Pertamina untuk distribusi elpiji hingga akhir tahun menghabiskan anggaran Rp 85,45 triliun.
Selisih Rp 32,39 triliun itu terjadi karena adanya penurunan harga CP Aramco yang menjadi harga acuan elpiji domestik.
"Kalau ada dana Dipa yang lebih sekitar Rp 32 triliun, mungkin ini akan bisa mengkompensasi selisih 2,7% over quota elpiji tersebut," kata Alfian dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR pada Rabu (14/6).
Dia menyampaikan bahwa potensi over quota distribusi elpiji tahun ini akan terjadi di seluruh wilayah regional Pertamina dengan 331 kota/kabupaten. "Kelebihan kuota ini hampir di seluruh lokasi regional," ujar Alfian.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto, menyangsikan argumen Pertamina yang menyebut disparitas harga sebagai faktor penentu migrasi konsumen sehingga menimbulkan potensi kelebihan kuota.
Mulyanto menganggap, over quota elpiji bersubsidi terjadi karena adanya praktik pengoplosan di agen. Dia meminta Pertamina dan Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM untuk meningkatkan pengawasan pada pangkalan dan agen-agen penyalur elpiji 3 kg.
"Ini bekingannya ya aparat juga. Jadi memang tugas berat karena harus berhadapan juga di lapangan dengan kondisi seperti itu," kata Mulyanto.
Kementerian ESDM menyatakan praktik oplosan atau pemindahan isi elpiji bersubsidi ke tabung elpiji 5,5 kg maupun tabung 12 kg di pangkalan kian marak. Temuan tersebut berasal dari hasil pantauan tim Direktorat Jenderal Migas yang menjumpai beberapa pangkalan yang menyalurkan elpiji 3 kg melebihi ketentuan yang telah diatur.
Praktik pengoplosan dapat terjadi apabila penyaluran elpiji 3 kg dari pangkalan ke pengecer melebihi ketentuan yang berlaku. Kementerian ESDM menetapkan kebijakan sejak Maret 2023 yang mengatur minimal 80% penjualan LPG bersubsidi ke pengguna akhir dan 20% ke pengecer.
Namun, Tim Direktorat Jenderal Migas kerap menemukan penyaluran elpiji ke pengecer hingga 99% dari alokasi yang berikan maksimum 20%.
Pada forum tersebut, Alfian pun mengakui bahwa pihaknya juga kerap menemui praktik pengoplosan gas bersubsidi di sejumlah wilayah operasi regional perseroan.
Bersama pihak aparat penegak hukum (APH), Pertamina juga telah memberikan sanksi berupa pencabutan izin pangkalan dan pengecer yang terbukti melakukan praktik pengoplosan.
"Terhadap kasus pengoplosan memang kami temukan. Jadi begitu ada agen yang terlibat dalam kasus pengoplosan, langsung kami terminasi. Kami ada datanya," ujar Alfian.