Indonesia tengah mengembangkan teknologi penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon atau carbon capture storage (CCS) maupun carbon capture utilization and storage alias CCUS.
Pendiri Reforminer Institute, Pri Agung mengatakan, dua teknologi tersebut cukup potensial untuk diterapkan karena Indonesia memiliki cukup banyak reservoir yang sudah mulai terkuras cadangan migasnya untuk keperluan carbon storage-nya.
“Tetapi memang masih memerlukan studi feasibility yang panjang baik dari sisi teknis, keekonomian, maupun regulasi kebijakan yg diperlukan utk mendukungnya,” ujar Agung saat dihubungi Katadata.co.id, Jumat (11/8).
Dua teknologi ini dinilai menjadi faktor penting pada industri sektor hulu migas. Penerapan teknologi CCS maupun CCUS juga dinilai penting karena industri di Indonesia saat ini tengah memasuki masa adaptasi menyambut transisi energi.
Agung menilai, untuk bisa mendorong penerapan dari teknologi CCS dan CCUS tersebut harus dimasukkan sebagai bagian integral dari operasi hulu migas.
Selain itu, dia menyebutkan untuk investasi yang dikeluarkan dalam penerapan kedua teknologi tersebut menjadi bagian dalam kerangka kontrak Production Sharing Contract Agreement atau PSC.
“Ini yang perlu diatur secara lebih tegas, dengan mekanisme dan prosedur yang lebih sederhana, di dalam kerangka kebijakan dan regulasi yang harus disiapkan,” kata dia.
Agung menjelaskan, adapun kebijakan dan regulasi yang harus disiapkan yakni, Insentif fiskal berupa terms yang memberikan porsi lebih bagi kontraktor, dan non-fiskal yang memberi kemudahan berusaha berinvestasi.
Pemerintah sejatinya telah merilis aturan CCUS lewat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaran Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.
Pada Pasal 6, pemerintah mengizinkan penangkapan emisi karbon dalam penyelenggaraan CCUS dapat berasal dari industri di luar kegiatan usaha hulu migas.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan bahwa implementasi CCS maupun CCUS di sektor kegiatan hulu migas merupakan hal krusial untuk menekan emisi karbon dalam rangka mengejar target net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.
Dalam catatan Kementerian Energi, sejauh ini ada 15 proyek CCS atau CCUS yang sedang dikerjakan di Indonesia. Diantaranya CCS Gundih Enhanced Gas Recovery (EGR) di Jawa Tengah dan Enhance Oil Recovery (EOR) di Lapangan Sukowati Bojonegoro Jawa Timur.
Untuk diketahui, EOR merupakan metode peningkatan produksi minyak bumi dengan menginjeksikan sumber energi eksternal. Sedangkan EGR adalah praktik menginjeksi gas CO2 ke lapangan untuk menambah produksi migas di lapangan yang reservoir-nya mulai menipis.
Adapun proyek CCUS Tangguh milik BP yang segera berjalan ditargetkan mampu menekan emisi karbon hingga 25 juta ton CO2, serta sanggup meningkatkan produksi gas hingga 300 BSCF pada 2035. "Proyek ini ditargetkan on stream pada tahun 2026," kata Arifin.