PT Pertamina mengatakan proses produksi dan penyimpanan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Blok Masela akan menggunakan fasiltas infrastruktur unit regasifikasi penyimpanan terapung alias floating storage and regasifiation unit (FSRU).
FSRU merupakan infrastruktur berupa kapal khusus untuk transit dan mentransfer gas yang diangkut dari lokasi ekplorasi di lepas pantai (offshore) ke kilang LNG di daratan (onshore) Kepulauan Tanimbar, Maluku.
Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati, menjelaskan bahwa skema dan alur produksi LNG Blok Masela nantinya dapat berjalan efisien dan efektif. Produksi LNG Blok Masela juga akan dilengkapi oleh teknologi carbon capture, utilization and storage (CCUS) di area onshore.
“Sampai hari ini kami menyakini ini cara yang paling cepat dan efektif yang bisa mengakomodasi semua aspirasi yang ada,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR pada Rabu (30/8).
Polemik mengenai tertundanya proyek LNG Blok Masela berawal dari sikap pemerintah yang menolak gagasan Shell Upstream Overseas selaku pemegang 35% hak partisipasi terdahulu untuk melakukan pengeboran di wilayah offshore. Di sisi lain, pemerintah bersikeras untuk menjalankan Blok Masela di wilayah onshore.
Silang pendapat itu berujung pada sikap Shell untuk mundur dari proyek Abadi LNG Blok Masela pada Juli 2020. Alhasil, proyek yang awalnya ditargetkan onstream atau berproduksi pada 2027 itu harus mundur hingga 2029 mendatang. “Pemerintah inginnya dipercepat, harus ke 2029,” ujar Nicke.
PT Pertamina dan Petronas resmi mengambil alih 35% saham hak partisipasi proyek LNG Blok Masela milik Shell. Divestasi hak partisipasi itu diresmikan melalui seremoni penandatanganan perjanjian jual beli saham atau sales and purchase agreement (SPA) antara Pertamina, Petronas, dan NBD Asia Pacific Shell.
Perjanjian jual beli saham ditandatangani oleh Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi Wiko Migantoro, Direktur Utama upstream Petronas Datuk Adif Bin Zulkifli dan Direktur Keuangan untuk Divestasi dan Akuisisi, dan NBD Asia Pacific Shell Kuo Tong Soo.
Sementara itu, nota kesepahaman kemitraan pengembangan Blok Masela diteken oleh Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati dan Direktur Utama Inpex Corporation Takayuki Ueda. Dua penandatangan tersebut dilakukan pada acara pembuka IPA Convex di ICE BSD Tangerang pada Selasa (25/7).
Pertamina dan Petronas merogoh kocek US$ 650 juta atau sekira Rp 9,75 triliun untuk mengakuisisi 35% saham hak partisipasi milik Shell di proyek Abadi LNG Blok Masela.
Dari kolaborasi tersebut, Pertamina memperoleh hak partisipasi sebesar 20% dengan biaya akuisisi sebesar US$ 371,8 juta atau sekira Rp 5,58 triliun. Sementara Petronas US$ 278,2 juta atau Rp 4,17 triliun untuk porsi 15%.
Ladang gas yang terletak di Kepulauan Tanimbar, Maluku itu mengandung sumber daya gas hingga 27,9 juta kaki kubik (TCF), dengan estimasi produksi sekira 9,5 juta ton gas alam cari (LNG) per tahun dan 35.000 barel kondensat per hari.
Blok seluas 2,503 kilometer persegi itu juga diproyeksikan mampu memasok 150 juta kaki kubik gas per hari melalui jaringan pipa. Pertamina dan Petronas akan berkolaborasi dengan Inpex Corporation sebagai operator sekaligus pemegang saham mayoritas Blok Masela.