Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Komisi VII DPR RI menyepakati besaran subsidi distribusi BBM untuk solar dan minyak tanah, yakni masing-masing 19 juta kiloliter (KL) dan 580.000 KL dengan nilai total Rp 25,7 triliun pada 2024.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan subsidi tetap untuk solar ditentukan Rp 1.000 per liter, disertai alokasi kompensasi energi. Besaran subsidi dan kompensasi energi tersebut ditujukan untuk menanggung selisih antara harga jual di SPBU senilai Rp 6.800 per liter dengan harga wajar atau keekonomian solar kini mencapai Rp 11.250 per liter.
“Kami mengusulkan subsidi tetap solar Rp 1.000 per liter, hal ini perlu dilakukan mengingat harga keekonomian yang mencapai Rp 11.250 per liter,” kata Arifin saat rapat kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR pada Kamis (31/8).
Arifin melanjutkan, subsidi solar masih dibutuhkan untuk mendukung kegiatan logistik dan jasa pelayanan umum seperti transformasi darat, laut, kereta api. Selain itu solar juga menjadi bahan bakar usaha mikro dan usaha perikanan, pertanian.
“Minyak Solar masih banyak digunakan untuk transformasi, usaha mikro dan pelayanan umum,” ujar Arifin.
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Bambang Haryadi, sebagai pimpinan sidang saat itu menyetujui usulan Kementerian ESDM terkait subsidi tetap solar sejumlah Rp 1.000 per liter.
“Subsidi tetap minyak solar tetap sesuai dengan nota keuangan 2024, setuju ya,” ujar Bambang,” disusul bunyi ketukan palu sidang.
Pemerintah menetapkan subsidi energi sebesar Rp 185,9 triliun di dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024. Subsidi energi tersebut dialokasikan untuk subsidi jenis BBM tertentu alias JBT Solar (CN 48), elpiji tabung subsidi 3 kilogram (kg) dan listrik.
Total subsidi energi tahun ini turun 11,8% dibandingkan subsidi energi pada RAPBN 2023 sebesar Rp 210,7 triliun. Anggaran subsidi BBM jenis Solar dan elpiji tabung 3 kg dalam RAPBN 2024 direncanakan sebesar Rp 110 triliun atau lebih rendah 3,9% dibandingkan dengan prospek 2023 sebesar Rp 114.47 triliun.
Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR menyepakati porsi subsidi energi untuk elpiji 3 kg menjadi 8,5 juta metrik ton. Angka ini lebih tinggi dari angka RAPBN 2024 ini sejumlah Rp 84,3 triliun untuk 8,03 juta metrik ton.
Hitung-hitungan anggaran subsidi BBM dan LPG 3 kg tahun 2024 menggunakan asumsi dan parameter rerata nilai tukar rupiah Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS) dan harga minyak mentah Indonesia yang diproyeksikan bertahan di angka rata-rata US$ 82 per barel.
Selain itu, penentuan penyaluran subsidi BBM juga dipengaruhi oleh nilai subsidi terbatas minyak Solar sebesar Rp 1.000 per liter. Lebih lanjut, Komisi Energi dan Kementerian ESDM juga menyepakati besaran subsidi listrik sebesar Rp 73,24 triliun atau lebih tinggi 3,3% daripada outlook tahun 2023 sebesar Rp 70,9 triliun.
Peningkatan alokasi dipengaruhi oleh peningkatan volume listrik bersubsidi dan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik. Adapun penyebab kenaikan BPP disebabkan oleh kenaikan fuel mix BBM dan peningkatan pemakaian bahan bakar biomassa untuk co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Kebutuhan pasokan biomassa sebagai campuran alias co-firing PLTU batu bara mencapai 2,2 juta ton pada 2023.