Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatat penyaluran BBM bersubsidi Pertalite hingga Agustus mencapai 19,27 juta kiloliter (Kl). Angka tersebut setara dengan 59,22% dari kuota tahunan. Sedangkan serapan Solar bersubsidi atau biosolar sebanyak 11,12 juta Kl atau 65,41% dari alokasi kuota 2023.
"Per 25 Agustus, distribusi Solar 11,12 juta Kl dan Pertalite 19,27 juta Kl," kata anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman lewat pesan singkat pada Senin (4/9).
Pemerintah melalui badan usaha PT Pertamina berencana untuk melaksanakan seleksi konsumen bagi calon pengguna Pertalite dengan merampungkan pembahasan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Penyusunan revisi Perpres 191 sudah melewati pembahasan dari banyak pemangku kepentingan, termasuk dari Korps Lalu Lintas Polri untuk memperoleh data identitas kendaraan sekaligus NIK pemilik.
Adapun Pertamina sudah menerapkan implementasi pembelian BBM bersubsidi Solar dengan skema full register di wilayah DKI Jakarta sejak Kamis, 25 Mei lalu.
Dengan mekanisme tersebut, konsumen harus sudah terdaftar di program subsidi tepat MyPertamina meski tidak menunjukan QR Code yang diperoleh sebagai syarat pembelian BBM bersubsidi. Sedangkan yang belum terdaftar tidak dapat dilayani.
Pjs. Area Manager Comm, Rel & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat, Joevan Yudha Achmad, menjelaskan bahwa skema full register adalah pengaturan kendaraan konsumen yang sudah terdaftar dapat melakukan pembelian BBM bersubsidi meskipun tidak membawa QR code.
Selain Jakarta, ketetapan tersebut juga berlaku untuk wilayah Kabupaten dan Kota Bogor serta Kota Depok. Langkah ini merupakan rangkaian dari upaya Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat untuk melakukan percepatan implementasi transaksi BBM Subsidi Tepat.
Di waktu bersamaan, PT Pertamina berencana mengusulkan proposal kepada pemerintah untuk menaikkan angka Research Octane Number alias RON bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Pertalite dari level 90 menjadi 92.
Perseroan kini tengah menyiapkan langkah untuk menaikkan RON Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite dengan mencampurnya dengan larutan 7% bioetanol alias E7.
Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, menjelaskan proposal tersebut masih berada di internal Pertamina dan akan segera disampaikan kepada pemerintah dalam waktu dekat. Hal tersebut seiring dengan rencana Pertamina yang hanya akan merilis tiga BBM jenis bensin atau gasoline pada 2024.
Tiga BBM yang dimaksud yakni Pertamax Green 92, Pertamax Green 95 hasil campuran Pertamax beroktan 92 dengan kandungan 8% bioetanol dan Pertamax Turbo.
Program tersebut merupakan upaya Pertamina untuk mendukung Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.
Regulasi tersebut mengamanatkan kendaraan yang diproduksi sejak Oktober 2018 tidak boleh lagi menggunakan bensin dengan nilai oktan di bawah 91.
"Pertalite dinaikkan menjadi RON 92 dengan menambahkan bioetanol 7%, Itu baru kajian dan tentunya akan diusulkan ke pemerintah," kata Irto lewat pesan singkat kepada Katadata.co.id, Senin (4/9).
BBM dengan kandungan oktan di bawah 91, seperti Pertalite, sudah ditinggalkan oleh banyak negara di kawasan Asia-Pasifik.
Menurut data Asian Clean Fuels Association (ACFA), pada awal 2020 Malaysia sudah menggunakan BBM dengan kualitas minimal RON 95.
Kemudian BBM di Vietnam dan Taiwan minimal RON 92, sedangkan di Thailand, Filipina, Korea Selatan, dan Australia minimal RON 91.
Sementara, negara Asia-Pasifik yang masih mengonsumsi BBM di bawah RON 91 sampai awal 2020 adalah Jepang, Tiongkok, dan Indonesia seperti terlihat pada grafik berikut ini: