PT PLN (Persero) melalui subholding PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) meluncurkan program STAB (Socio Tropical Agriculture-waste Biomass) dan PERTIWI (Primary Energy Renewable & Territorial Integrated Wisdom of Indonesia).
STAB dan PERTIWI yang merupakan program pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan untuk rantai pasok biomassa. Keduanya diluncurkan di sela-sela perhelatan COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, pada 30 November 2023.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad Interim Erick Thohir mengungkapkan, pada gelaran COP28 kali ini pemerintah Indonesia tidak sekedar ingin terlibat aktif dalam menjaga lingkungan. RI juga ingin menunjukkan aksi nyata dalam mengejar target Net Zero Emissions (NZE) pada 2060.
Erick menuturkan, pihaknya bangga karena Indonesia berhasil meluncurkan dan menandatangani kerja sama terkait upaya masalah perubahan iklim yang sangat terstruktur.
“Pemerintah RI mengembangkan strategi kebijakan dekarbonisasi dan kemudian memastikan transisi energi yang lancar untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan sosial,” tutur Erick melalui keterangan pers, Sabtu (2/12).
Erick juga mengutarakan apresiasinya kepada semua pihak yang berkomitmen penuh untuk bekerja sama dan memberi kontribusi besar dalam mewujudkan dekarbonisasi di Indonesia. “Saya berharap komitmen ini bisa segera terwujud dan diimplementasikan se efektif mungkin,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan bahwa peluncuran program ini sejalan dengan peta jalan transisi energi. Selain itu, pemanfaatan biomassa juga merupakan wujud nyata komitmen PLN dalam meningkatkan bauran EBT di Tanah Air.
“Kebijakan co-firing biomassa intensif dilakukan di Indonesia sebagai langkah konkret dalam mereduksi emisi karbon guna mencapai target NZE pada 2060 atau lebih cepat,” ujar Darmawan.
Darmawan mengimbuhkan, co-firing biomassa memiliki keunggulan Levelized Cost of Electricity (LCOE) terendah dibandingkan dengan akselerasi ke EBT lainnya. Selain itu, masyarakat lokal juga akan memainkan peran penting dalam menyediakan bahan baku biomassa.
Dengan kata lain, co-firing biomassa tak hanya akan mendorong akselerasi transisi energi. Praktik ini juga mampu menggerakkan perekonomian masyarakat melalui pembukaan lapangan kerja yang masif.
Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara menjelaskan, STAB merupakan jenis biomassa yang berasal dari limbah pertanian yang mana proses produksi akan melibatkan masyarakat tani secara langsung.
Bahan baku dari STAB dapat berupa limbah atau residu tanaman pertanian atau perkebunan seperti sekam, jerami padi, bonggol jagung, bagasse, pucuk daun tebu, limbah aren, limbah sagu, residu kelapa, tandan kosong pelepah sawit, ranting-ranting pruning tanaman, dan lain-lain.
Iwan menilai, sebagai negara tropis dengan masyarakat agraris maka ada banyak sekali limbah pertanian yang selama ini hanya ditimbun atau dibakar agar lahan bersih kembali. Pihaknya melihat potensi besar ini.
“Maka, kami terus berinovasi bagaimana memanfaatkan limbah yang tadinya tidak bermanfaat dan mengganggu bisa diutilisasi menjadi energi bersih bahkan mampu menciptakan nilai ekonomi baru bagi para petani di Indonesia,” katanya.
Sejak semester II 2023, PLN EPI memanfaatkan STAB dari berbagai jenis limbah, di antaranya baggase tebu dan pelet tandan kosong kelapa sawit. Oleh karena itu, dirinya optimistis melalui kerja sama kemitraan lintas kementerian dan BUMN agar akselerasi Biomassa STAB bisa digalakkan lebih massif.
“Sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mengejar target co-firing pada 2025, diproyeksikan kebutuhan biomassa dari PLN meningkat tajam sebesar 10,2 juta ton atau sebesar 300 persen untuk menyediakan energi bersih sebesar 12,7 Terawatt hour,” tutur Iwan.
Selain STAB, pada MoU ini juga menggagas PERTIWI yang merupakan jenis Biomassa yang diproduksi dari ranting-ranting dan limbah produksi pangan seperti sagu. Sebagai langkah awal, program PERTIWI akan dikembangkan di Provinsi Riau.
Di sana terdapat sekitar 80 kilang sagu dengan potensi limbah berupa ampas dan kulit sagu lebih dari 200.000 ton per tahun. Selama ini, ampas sagu dibuang ke sungai, laut, atau ditimbun. Sedangkan kulit sagunya dibakar untuk boiler pengering sagu sedangkan arangnya dibuang begitu saja.
”Oleh karena itu, melihat besarnya potensi STAB dan PERTIWI, PLN EPI optimistis bisa berkontribusi maksimal dalam upaya penurunan emisi, sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan mengoptimalkan karakteristik dan ke-khasan negara dan bangsa Indonesia,” imbuh Iwan.
Selain peluncuran STAB dan PERTIWI, pada momen yang sama, PLN EPI juga menggandeng beberapa mitra untuk bekerja sama dalam menjaga rantai pasok biomassa. Hal ini ditandai dengan penandatanganan MoU dengan PT Sinar Energi Utama, PT Elektrika Konstruksi Nusantara, PT Aswattha, PT Mentari Biru Energi dan PT Hartana Tamita.