Adaro Group akan menggarap tiga proyek besar pada 2024. Dua di antaranya yaitu pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) dan satu proyek smelter aluminium.
“Di 2024 Adaro Power dan Green kita fokus eksekusi proyek, kita kan semuanya jangka panjang. Proyek tercepat durasinya 2,5 tahun,” kata Presiden Direktur PT Adaro Power Dharma Djojonegoro di Jakarta pada Rabu (13/12).
Dharma menjelaskan, pada 2024 nanti perusahaannya akan mulai membangun proyek pembangkit listrik tenaga bayu di Kalimantan Selatan dan pembangkit listrik tenaga surya di Kalimantan Tengah.
Meski berfokus membangun kedua proyek yang sudah terencana sebelumnya, Dharma mengatakan tidak menutup kemungkinan untuk membuka bisnis baru.
“Dari segi opportunity, dari segi bisnis baru sebenarnya kita terbuka aja, misalnya hidrogen. Cuma memang hidrogen ini masih ada kendala di Indonesia karena keekonomian dan sumber energinya,” kata dia.
Tidak hanya berfokus pada proyek pembangkit, pada tahun depan Adaro juga akan mengembangkan proyek pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) aluminium.
“Untuk mineral kedepannya kita masih memfokuskan pengembangan dan pembangunan smelter aluminium di Kalimantan Utara. Tapi kedepannya ada mineral-mineral lainnya yang menarik untuk kita pertimbangkan kita akan kaji,” jelas Presiden Direktur PT Kalimantan Aluminium Industry Wito Krisnahadi.
Sebagai informasi, dalam tahap pertama pembangunan proyek smelter aluminium ini akan menggunakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebagai sumber energi.
“Karena memenuhi kebutuhan base load itu sangat penting agar smelter dapat beroperasi dengan layak secara ekonomi,” Investor Relations Adaro, Danuta Komar beberapa waktu lalu, Selasa (28/11).
Danuta menyebut, sumber energi listrik dari PLTA disebut hampir mampu dalam menyediakan base load, namun dengan waktu pengembangan dan konstruksi yang membutuhkan waktu cukup lama membuat PLTU akhirnya dipilih.
“Konstruksi saja membutuhkan waktu lebih dari 4 tahun. Oleh karena itu di tahap pertama PLTU merupakan satu-satunya sumber listrik yang layak secara ekonomi,” ujarnya.
Danuta menjelaskan smelter aluminium ini memiliki kapasitas 500 ribu ton dengan tenaga listrik yang dibutuhkan mencapai 1 gigawatt (GW). Dalam proyek ini, PT Adaro minerals Indonesia Tbk memiliki porsi saham 65%. Dia menyebut proyek ini telah mencapai penuntasan pembiayaan atau pada bulan Mei 2023.
Pada pembangunan fase pertama ini, belanja modal yang harus dikeluarkan lebih dari US$ 1 miliar. Namun angka ini belum termasuk dengan pembiayaan sumber energi atau listriknya.