ESDM: Proyek-proyek Hilirisasi Batu Bara Kemungkinan Baru Dimulai 2025

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/nym.
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (29/11/2022).
Penulis: Mela Syaharani
17/1/2024, 14.40 WIB

Kementerian ESDM mengatakan belum ada proyek hilirisasi batu bara yang akan dimulai tahun ini. Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan hal ini karena masih dalam proses studi kelayakan dan mencari mitra.

“Tahun ini memang dalam perencanaan belum ada yang dimulai, mungkin baru dimulai di 2025. Beberapa badan usaha yang telah disetujui hilirisasinya sedang menyiapkan studi kelayakan,” kata Lana dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa (17/1).

Selain penyiapan studi, Lana menyebut beberapa badan usaha lainnya juga sedang menjalankan proses konstruksinya. “Sembari mencari mitra yang bisa bersama-sama menjalankan hilirisasi yaitu pihak ketiga,” ujarnya.

Lana menyampaikan pemerintah akan terus mengawal hilirisasi batu bara yang merupakan salah satu komitmen persyaratan dari perpanjangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus.

“Program hilirisasi ini meliputi pengembangan dan pemanfaatan batu bara dengan menggunakan batu bara sebagai sumber energi lain. Masing-masing badan usaha telah kami perpanjang rencana output yang berbeda-beda,” ucapnya.

Seperti yang disampaikan Lana mengenai hilirisasi batu bara, beberapa perusahaan dalam negeri juga tengah berupaya menjalankan komitmen ini. Namun dalam perjalanannya, hilirisasi ini menemui beberapa kendala.

Mulai dari PT Adaro Power yang menyampaikan proyek pengembangan gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) di dalam negeri relatif terkendala dari sisi pembiayaan dan kepastian komersial.

Direktur Utama Adaro Power, Dharma Djojonegoro, menganggap pengembangan proyek DME sebagai produk pengganti liquefied petroleum gas (LPG) domestik masih belum memperoleh kepastian pasar. Berbeda dengan kondisi pangsa LPG yang sudah terbentuk karena kepastian regulasi yang telah diatur sepenuhnya oleh pemerintah.

“Pasarnya agak spesifik itu agak susah, saya terus terang agak kesulitan untuk convince partner untuk bangun pabrik yang biayanya billion of dollar tapi harga LPG-nya tidak secair di pasar lainnya, terus terang ada beban komersial yang perlu diuraikan,” ujarnya dalam Bisnis Indonesia Green Economy Forum 2023, dikutip Kamis (8/6/23).

Selain itu, kata Dharma, pengembangan DME masih meninggalkan jejak karbon karena masih menggunakan bahan baku batu bara. Hal tersebut berpotensi menimbulkan risiko pendanaan kredit atau investasi untuk proyek hilirisasi.

“Ujung-ujungnya yang dipakai adalah batu bara, jadi emisi karbonnya juga sebenarnya tidak rendah, terus terang dari sisi pendanaan dan lain-lain akan susah,” ujar Dharma.

Tidak hanya Adaro, Anak usaha Bumi Resource, PT Kaltim Prima Coal (KPC), telah mengunci kesepakatan investasi untuk melanjutkan proyek hilirisasi batu bara di Bengalon, Kalimantan Timur.

Kesepakatan ini sekaligus menutup kekosongan mitra investasi KPC sepeninggalan perusahaan pengolahan gas dan kimia asal Amerika Serikat Air Products and Chemicals Inc yang hengkang pada awal 2023.

Presiden Direktur Bumi Resource, Adika Nuraga Bakrie, mengatakan bahwa kerja sama hilirisasi emas hitam dengan mitra anyar tersebut juga mengubah arah produk olahan batu bara menjadi amonia dari rencana awal produksi metanol.

Reporter: Mela Syaharani