Pemerintah mewajibkan pencatatan secara digital untuk pembelian elpiji alias LPG 3 kilogram. Langkah ini untuk menjaga agar subsidi bahan bakar tersebut tepat sasaran.
Selama ini, pencatatan transaksi elpiji yang dilakukan para sub-penyalur menggunakan buku catatan biasa atau logbook. "Kami menyadari, logbook ini menyulitkan pangkalan sehingga banyak terjadi kesalahan atau pemalsuan," kata Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Mustika Pertiwi dalam siaran pers, Kamis (7/3).
Sebelumnya, Ditjen Migas telah melakukan pendataan pengguna LPG 3 kg. Lalu, terhitung per 1 Januari 2024 pembelian tabung elpiji tersebut hanya dapat dilakukan oleh pengguna yang telah terdata dalam sistem berbasis web.
"Berdasarkan evaluasi kami, masih terdapat sub-penyalur yang belum melakukan pencatatan transkasi dalam merchant apps (MAO) atau mencatatnya tapi datanya asal-asalan," ucap Mustika.
Padahal, transformasi pendistribusian elpiji subsidi agar tepat sasaran perlu dilakukan. Sebab, anggaran subsidinya mencapai Rp 87,45 triliun atau sekitar 46% dari total subsidi energi dalan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2024. Dana besar ini seharusnya untuk membantu masyarakat yang tidak mampu, bukan sebaliknya.
Koordinator Subsidi Bahan Bakar Migas Christina Meiwati Sinaga mengatakan masih banyak konsumen pengguna elpiji tiga kilogram yang hanya melakukan pencatatan transaksi saat pembelian pertama, bukan di setiap pembelian. Akibatnya, realisasi pencatatan transaksi masih rendah.
Direktur Pemasaran Regional PT Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra menyebut masih banyak yang harus diperbaiki khususnya terkait pencatatan transaksi di pangkalan.
Pihaknya terus mempercepat pengembangan sistem dan melakukan pengawasan dengan detail. “Kami pastikan di pangkalan 100% tercatat. Kami yakin 100% pencatatan pangkalan ini bisa menjadi basis subsidi elpiji,” ujar Mars.