Soal Lambatnya Revisi Aturan Pembatasan Pertalite, ESDM: Kendala Data

ANTARA FOTO/Makna Zaezar/Spt.
Sejumlah pengendara motor antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite di SPBU Asaya, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (5/1/2024). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi subsidi energi sepanjang tahun 2023 mencapai Rp164,3 triliun atau terserap hanya sebanyak 72,25 persen dari pagu anggaran dalam APBN 2023 sebesar Rp209,9 triliun, realisasi tersebut turun 4,4 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yakni sebesar 171,9 triliun.
Penulis: Mela Syaharani
25/3/2024, 10.36 WIB

Kementerian ESDM mengatakan data menjadi salah satu kendala yang menyebabkan belum rampungnya revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 untuk mengatur pembatasan Pertalite, hingga saat ini.

“Kendalanya kan data, mudah-mudahan bisa diselesaikan supaya kedepannya lebih baik,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dikutip pada Senin (25/3).

Dalam revisi perpres tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) ini pemerintah akan mengatur detail kriteria kendaraan yang dapat mengisi BBM subsidi. Pemerintah juga berencana membuat perbedaan harga Pertalite sesuai dengan jenis kendaraannya.

“Revisi Perpres 191 ini kan untuk bisa mengatur. Sekarang kan tidak teratur, masyarakat yang mampu masih bisa membeli BBM subsidi. Mengambil hak,” ujarnya.

Dia menyampaikan, kendala data ini tidak dapat diselesaikan dengan pencocokan menggunakan data pelanggan PLN. Data yang dimaksud adalah data pelanggan berdasarkan jumlah daya yang diambil, seperti 450 volt ampere (VA), 900 VA, dan seterusnya.

“Tidak ada nyambungnya data PLN dengan aturan bensin ini. Karena setiap kendaraan itu ada cc-nya. Nah itu tidak bisa kalau kami menentukan (konsumen BBM) harus lihat rumahnya (masyarakat sebagai pelanggan listrik),” ucapnya.

Halaman:
Reporter: Mela Syaharani