Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan harga minyak global berpotensi menguat imbas konflik bersenjata Israel-Iran. Dampaknya, sulit untuk menahan potensi pembengkakan subsidi energi imbas konflik bersenjata di Iran dan Israel.
Arifin mengatakan hitung-hitungan kenaikan harga minyak dunia tiap US$ 1 per barel dapat menambah besaran subsidi dan kompensasi energi domestik hingga Rp 3,5- 4 triliun.
Selain fluktuasi harga minyak, pelemahan laju nilai tukar atau kurs rupiah terhadap dolar AS juga berimbas pada melonjaknya anggaran subsidi dan kompensasi energi. Untuk kenaikan kurs rupiah Rp 100 per dolar AS akan menyebabkan kenaikan subsidi energi Rp 1,19 triliun dan kompensasi energi Rp 3,89 triliun.
"Makanya kita harus hemat energi, efisiensi energi ini harus dikerjakan," kata Arifin di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa (16/4).
Arifin menjelaskan bahwa faktor penggelembungan nilai subsidi berasal dari faktor eksternal yang sulit dikendalikan oleh pemerintah. Adapun dua faktor eksternal itu yakni harga minyak dan nilai tukar mata uang alias kurs.
"Ini susah, karena faktor-faktornya sulit kita kendalikan. Jadi kita harus melakukan efisiensi energi dan menggunakan sumber energi alternatif dari dalam negeri," kata Arifin.
Pemerintah mulai membuka peluang mencari negara alternatif pengekspor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) untuk mengamankan pasokan energi di dalam negeri. Ini merupakan tindak lanjut dari sikap pemerintah yang mulai mengendus dampak konflik Iran-Israel.
Indonesia sejauh ini membeli minyak mentah paling banyak dari Nigeria dan Arab Saudi. Sementara pasokan BBM nasional saat ini banyak berasal dari impor dari Singapura, Malaysia, dan India.
"Sekarang minyak mentah dari Singapura dan Malaysia itu dari mana? Kalau itu terganggu, kita harus cari alternatif dari negara lain," ujar Arifin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku pemerintah bakal mengevaluasi besaran subsidi energi pada kuartal III tahun ini imbas adanya potensi lonjakan harga minyak imbas konflik bersenjata Israel - Iran sejak awal April lalu.
"(Evaluasi) dilakukan setelah Bulan Juni," kata Airlangga pada kesempatan yang sama.
Pertikaian di Timur Tengah saat ini belakangan berdampak pada kondisi ekonomi global, khususnya pada jalur Laut Merah dan Selat Hormuz. Dua jalur itu merupakan rute pengiriman niaga minyak dari Teluk Persia. Adapun Selat Hormuz merupakan wilayah yang memisahkan Iran dan Uni Emirat Arab.