Penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 sebagai revisi PP Nomor 96 Tahun 2021 dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Minerba, terkait dengan pemberian prioritas penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.
Aturan mengenai penawaran WIUPK kepada ormas keagamaan diatur dalam pasal 83A ayat 1-7 PP 25 Tahun 2024. WIUPK yang akan diberikan kepada ormas keagamaan merupakan wilayah bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).
“Hal ini kami nilai bertentangan dengan UU no. 3 thn 2020 atau UU Minerba yang mensyaratkan relinquishment PKP2B akan diprioritaskan untuk dilelang kepada BUMN dan BUMD,” kata Ketua Umum Ahli Pertambangan Indonesia Rizal Kasli kepada Katadata.co.id dikutip Senin (3/6).
Sebab menurutnya, dalam UU Minerba apabila BUMN dan BUMD tidak berminat baru bisa dipersilakan pada pihak swasta, di mana ormas ini termasuk dalam golongan swasta. “Jadi tidak bisa langsung diberikan kepada ormas tanpa lelang. Dalam proses lelang ini ada hak negara berupa PNBP dari KDI atau Kompensasi Data dan Informasi,” ujarnya.
Dia juga mengatakan apabila lelang penawaran IUP tidak dilakukan, maka dapat menyebabkan adanya potensi kerugian negara. “Disamping itu dikuatirkan PP ini bisa menjadi polemik dan ada kemungkinan diajukan judicial review oleh masyarakat,” ucapnya.
Sebagai informasi, pasal 83A ayat 1 PP 25/2024 berbunyi, "Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan".
PKP2B merupakan perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara.
"Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku,” bunyi ayat 2.
Sedangkan ayat 3 menyatakan bahwa izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang telah didapatkan ormas tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri.
“Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali,” tulis ayat 4.
Ayat 5 mengatur bahwa dalam mengoperasikan IUPK yang didapat, badan usaha milik ormas yang bertindak sebagai pengendali dilarang bekerja sama dengan pemegang PKP2B ataupun pihak yang terafiliasi.