Kementerian ESDM tengah menginvestigasi alasan mengapa Indonesia hingga saat ini mengimpor nikel. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sepanjang tahun ini Indonesia mengimpor hingga 507.697,32 ton bijih nikel. Jumlah ini meningkat signifikan dibandingkan impor sepanjang 2023 yang mencapai 374.468,32 ton
Menteri ESDM Arifin Tasrif menduga hal ini salah satunya berkaitan dengan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) nikel yang belum disetujui. “RKAB saat ini sudah diterbitkan untuk 450-500 perusahaan,” kata Arifin di kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas), dikutip Senin (10/6).
Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara pada Mei lalu mengatakan bahwa tahun telah menerima pengajuan RKAB 747 perusahaan mineral termasuk salah satunya adalah nikel.
Berdasarkan RKAB yang telah diajukan, jumlah rencana produksi nikel Indonesia untuk periode 2024-2027 sebesar 240 juta ton. “Untuk 2024 ini 240 juta ton per tahun dan dia produksinya stagnan selama tiga tahun. Nanti kalau ada perubahan dia perlu mengajukan permohonan lagi,” kata Arifin.
Untuk diketahui, pemerintah melakukan perubahan durasi pengajuan RKAB yang semula diajukan setiap tahunnya kini hanya perlu diajukan setiap tiga tahun sekali.
Arifin mengatakan, proses pengolahan nikel di Indonesia saat ini memiliki dua sistem yang berbeda, yakni terintegrasi dengan smelter dan satu lagi tidak terintegrasi dengan smelter. Bagi pengolah nikel yang tidak terintegrasi smelter, dia menyebut pihak ini dapat melakukan ekspansi kapasitas.
Arifin menyeubut, jika tindakan ekspansi atau pemenuhan kapasitas untuk produksi nikel didapatkan dari perusahaan yang belum mendapatkan persetujuan RKAB, maka hal tersebut berpotensi membuat ketidaksinkronan data.
“Nah ini mungkin miss miss data, ini jadi tiba-tiba tidak ada barang karena dia kemungkinan ngambil dari perusahaan-perusahaan yang belum selesai RKAB, sedangkan perusahaan RKAB yang belum selesai ini kan masih banyak hal-hal persyaratan yang belum dipenuhi,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa pihaknya telah membuat 17 poin aturan dalam pengajuan RKAB. Selama 17 poin tersebut dipenuhi, maka RKAB dapat disetujui dan diterbitkan dalam waktu satu hari. “Kalau masih nyangkut berarti belum terpenuhi,” kata dia.
Arifin menyebut, belum terbitnya RKAB bergantung pada masing-masing perusahaan. Kementerian ESDM telah berupaya membantu dengan menggelar tiga kali pelatihan untuk seluruh perusahaan.
Arifin mengatakan pelatihan ini dimaksudkan untuk memberi tahu mana saja letak kekurangan perusahaan ketika mengajukan RKAB, sehingga harapannya kegiatan tersebut dapat mempercepat proses penerbitannya.
“Perusahaan yang RKABnya tidak keluar karena masalahnya sendiri, antara lain belum melunasi penerimaan negara bukan pajak, kemudian belum ada program pembinaan masyarakat terus kemudian selanjutnya izinnya sudah mati. Jadi ada banyak faktor,” kata dia.