Pakar: Muhammadiyah Blunder Jika Terima Konsesi Tambang Batu Bara, Ini Sebabnya
Pakar ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai Muhammadiyah blunder jika memutuskan untuk menerima tawaran konsesi tambang batu bara dari pemerintah.
“Saya terkejut Muhammadiyah akhirnya memutuskan untuk menerima, karena biasanya mereka itu mengambil keputusan sangat rasional berdasarkan kajian-kajian,” kata Fahmy kepada Katadata.co.id pada Jumat (26/7).
Fahmy juga turut menanggapi perihal rencana Muhammadiyah yang ingin melakukan penambangan tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan dan konflik sosial dengan masyarakat. Menurutnya, hal ini sangat baik jika dilakukan. Namun Fahmy ragu, Muhammadiyah dapat menjalan hal-hal tersebut.
“Bahkan itu suatu hal yang mustahil, mengelola tambang tanpa merusak lingkungan. Karena hampir semua tambang terutama batu bara itu pasti merusak lingkungan dan itu tidak bisa dihindari,” ujarnya.
Selain kerusakan lingkungan, Muhammadiyah juga menyebut akan berusaha mereklamasi lahan yang telah ditambangnya. Namun, Fahmy menyebut hal ini juga sulit diwujudkan karena biayanya sangat tinggi, bahkan mungkin akan mengurangi pendapatan tambang tadi.
“Dalam kondisi ekosistem saat ini, apakah Muhammadiyah akan melakukan reklamasi? Saya tidak yakin juga, bahkan saya berkeyakinan Muhammadiyah juga akan mengikuti para penambang yang tidak melakukan reklamasi sehingga melakukan perusakan lingkungan,” ucapnya.
Menurutnya, keputusan menerima tawaran pengelolaan tambang ini lebih condong disebabkan oleh aspek politik daripada ekonominya. “Jadi saya juga tidak habis pikir juga Muhammadiyah mengapa mengambil keputusan untuk menerima ini,” kata dia.
Terkait penawaran izin tambang ini, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengatakan masih mempertimbangkan tiga aspek sebelum mengambil keputusan terkait pengelolaan tambang yang ditawarkan pemerintah.
Tiga aspek ini berkaitan dengan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang akan diberikan pemerintah untuk dikelola oleh Muhammadiyah.
“Karena pemerintah sampai hari ini masih belum menentukan titik mana yang akan diberikan kepada kami. Jadi kami harus tahu dulu titik yang mana,” kata Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pengurus Pusat Muhammadiyah Azrul Tanjung saat ditemui di kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah pada Jumat (26/7).
Pemberian WIUPK ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang terbit pada 30 Mei lalu. Dalam penjelasannya, Kementerian ESDM menyebut telah menyiapkan enam wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang tersebar di Indonesia.
“Kedua, titik ini berada di daerah mana? Ketiga, titik ini ada isinya tidak? Ada batu baranya tidak? Karena yang diberikan ini terbatas,” ujarnya.
Azrul menyebut dengan keterbatasan wilayah yang tersedia, membuat Muhammadiyah harus memastikan tiga aspek diatas, sebelum akhirnya mengambil keputusan akan mengelola WIUPK yang ditawarkan atau tidak.
“Mudah-mudahan akhir pekan ini kita sudah ada gambaran titik mana yang akan diberikan. Kami beranggapan ini niat baik negara atau niat baik pemerintah memberikan kepada ormas konsesi khusus,” ucapnya.