Perlambatan ekonomi Tiongkok dan perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia telah menciutkan semangat berbisnis perusahaan Jerman. Berdasarkan survei yang dirilis oleh Kamar Dagang Jerman di Tiongkok, hampir seperempat perusahaan negara itu berkeinginan hengkang dari Negeri Panda.
Melansir laman Deutsche Welle (DW.com), banyak perusahaan Jerman yang beroperasi di Tiongkok melaporkan soal prospek bisnis yang suram.
Survei tahunan yang dilakukan terhadap 526 anggota perusahaan di Tiongkok menunjukkan bahwa 23% dari mereka telah memutuskan untuk menarik kapasitas produksi dari negara itu atau sedang mempertimbangkannya.
Adapun sepertiga dari perusahaan tersebut telah berencana akan benar-benar pergi dari Tiongkok.
(Baca: Trump Tegaskan Belum Ada Kesepakatan Tarif Dagang dengan Tiongkok)
Sisanya mengatakan, bakal memindahkan sebagian dari bisnis dan produksi mereka ke luar negeri dan sebagian besar lainnya ke negara-negara berbiaya rendah lain di Asia.
Biaya operasional Beijing meningkat di tengah upaya negara tersebut kembali memulihkan perekonomiannya dari ekspor dan investasi ke model perekonomian yang ditopang oleh jasa dan belanja konsumen.
Dari 104 perusahaan yang telah memutuskan untuk meninggalkan atau sedang mempertimbangkan untuk melakukannya, 71% mengutip kenaikan biaya produksi terutama untuk tenaga kerja.
Pesimisme Meningkat
Sejumlah partisipan survei juga mengatakan, mereka memiliki prospek bisnis yang "suram" sejalan dengan perlambatan ekonomi Tiongkok dan ketegangan perdagangan yang masih terus terjadi antara negara itu dengan Amerika Serikat (AS).
Perang perdagangan AS-Tiongkok baik secara langsung maupun tidak, telah mempengaruhi 83% responden.
(Baca: Trump Bakal Kembali Tunda Pengenaan Tarif Impor Otomotif Eropa)
"Ekspektasi bisnis telah turun ke level terendah dalam beberapa tahun," tulis laporan tersebut.
Studi ini memperingatkan, hanya sekitar seperempat perusahaan yang disurvei berharap bisa mencapai targetnya tahun ini.
Sementara lebih dari sepertiga responden dalam survei mengatakan upaya Beijing untuk menyamakan level bermain untuk perusahaan asing dinilai tidak memadai.
Namun, perusahaan masih melihat ada tanda-tanda pemulihan sementara tahun depan. Harapan itu muncul di tengah upaya penyelesaian perjanjian investasi Uni Eropa- Tiongkok tahun depan.
(Baca: Rupiah Melemah Tertekan Pidato Trump Bahas Perang Dagang)