Pemerintah Harap Cukai Rokok Tinggi Tak Picu PHK Industri Padat Karya

ANTARA FOTO/DESTYAN SUJARWOKO
Pekerja melinting rokok sigaret kretek di salah satu industri rokok di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (31/5). Minimnya tenaga terampil terlatih serta menurunnya minat warga sekitar bekerja di sektor industri rokok membuat sejumlah industri rokok sigaret linting tangan (SKT) kesulitan tenaga kerja dan hanya mengandalkan rombongan buruh linting di pabrik rokok besar seperti dari PT Gudang garam, Tbk.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Ekarina
14/9/2019, 15.52 WIB

Pemerintah menilai kenaikan cukai rokok rata-rata sebesar 23% dengan  kenaikan harga eceran 35% tak akan memberatkan industri padat karya hingga berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Alasannya, industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) diperkirakan bakal mendapat tarif cukai paling ringan dibandingkan dengan jenis rokok lainnya.

"Saya belum bisa sampaikan detailnya. Tapi yang pasti dengan rata-rata 23% itu, sigaret kretek tangan pada prinsipnya akan diberikan tarif yang teringan," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Sabtu (14/9).

Alasannya, industri SKT memiliki jumlah tenaga kerja paling besar yang bisa mencapai ribuan orang, dibandingkan industri rokok lainnya. Beberapa industri di antaranya juga ada yang merupakan industri rumahan.  

(Baca: Cukai Rokok Tahun 2020 Melonjak Akibat Penundaan Kenaikan Tahun Ini)

Meski demikian, dia pun mengakui pemerintah ingin menurunkan konsumsi masyarakat terhadap rokok.

"Kami harus pastikan, bahwa produksi itu secara gradual turun, karena ini mengenai konsumsi. Tapi, industri harus tetap perhatikan. Nah, industri mana yang harus diperhatikan, jika harus memilih, tentunya yang padat karya yang lebih utama," katanya.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin