Industri tekstil mengatakan naiknya iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dapat berdampak pada naiknya beban operasional perusahaan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan rencana pemerintah mengerek iuran BPJS Kesehatan, dampaknya tidak terlalu besar di industri hulu tekstil.
Namun kenaikan iuran akan berdampak di sisi hilir. Alasannya, jumlah pegawai yang menjadi tanggungan pengusaha tekstil di hilir lebih banyak. Meski demikian Gita belum menghitung dampaknya kepada naiknya biaya operasional.
“Yang jelas menambah beban perusahaan," kata dia di Menara Kadin, Jakarta, Senin (2/9).
(Baca: Sri Mulyani Usul Iuran BPJS Kesehatan Naik Hingga Dua Kali Lipat)
Sebagai informasi, perusahaan mempunyai kewajiban membayar iuran kepesertaan pegawainya sebesar 4%, sementara pegawai membayar 1% sisanya. Iuran ini disetorkan setiap bulan sekaligus oleh pemberi kerja ke BPJS Kesehatan.
Gita mengatakan biaya operasional tenaga kerja di industri pemintalan benang selaku hulu tekstil hanya sebesar 10-12% dari keseluruhan industri tekstil. Sementara, tanggungan BPJS Kesehatan oleh pengusaha masih berada di bawah 10% dari operasional.
Namun ketimbang menaikkan iuran, Gita berharap pemerintah dapat memaksa tenaga kerja patuh membayar iuran agar defisit BPJS Kesehatan dapat ditekan. "Kalau (iuran) BPJS naik, siapa yang mau bayar? Lihat industri banyak yang PHK," katanya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengatakan pengusaha tidak bisa dibebani kenaikan biaya operasional lantaran naiknya iuran BPJS. Namun Shinta juga menyadari BPJS membutuhkan neraca keuangan yang sehat. Oleh karena itu, hal ini akan didiskusikan dengan pihak BPJS dan Kementerian Keuangan.
"Kami menyadari (dampaknya) dan coba buat hitung-hitungan,” kata Shinta.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk masyarakat berlaku mulai Januari 2020. Sementara, kenaikan iuran Penerimaan Bantuan Iuran (PBI) yang dibayarkan pemerintah diusulkan dapat dimulai dalam waktu dekat.
(Baca: Sri Mulyani: Iuran Tak Naik, BPJS Kesehatan Defisit Rp 32,8 Triliun)
Sri Mulyani menjelaskan iuran BPJS Kesehatan belum pernah disesuaikan sejak 2016. Kondisi ini, menurut dia, menjadi salah satu penyebab defisit BPJS Keuangan kian membengkak.
"Memang iuran harus di-review setiap dua tahun. Namun, karena politik dan lain-lain prosesnya terus tertunda,” ujar Sri Mulyani.