Kementerian Perindsutrian (Kemenperin) memperhitungkan nilai jual plastik dapat menurun bila pengenaan cukai plastik diterapkan. Menurut perhitungan Kemenperin, potensi nilai jual yang hilang dari pengenaan cukai plastik mencapai Rp 600 miliar per tahun.
"Produksi kantong plastik nasional sekitar 360 ribu ton/tahun. Jika dikenakan cukai tersebut, potensi kehilangan nilai jual sekitar Rp 600 miliar per tahun," kata Direktur Industri Kimia Hilir Ditjen Industri, Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin Taufik Bawazier kepada Katadata.co.id, Jumat (5/7).
Perhitungan tersebut dilakukan dengan asumsi cukai sebesar Rp 200 per lembar atau Rp 30 ribu per kg. Sementara, harga kantong plastik di pasar sebesar Rp 25 ribu/kg. Artinya, biaya kantong plastik dengan pengenaan cukai sebesar Rp 30 ribu/kg.
Dengan skema tersebut, dia juga memperhitungkan permintaan kantong plastik akan turun sebesar 54% dari kebutuhan kantong plastik saat ini. Dampaknya pun akan dirasakan industri plastik yang pertumbuhannya diperkirakan akan melambat seiring dengan penurunan nilai ekonomi plastik. Tidak hanya itu, ekosistem plastik akan berdampak, seperti pemulung.
(Baca: Kemenkeu Kaji Pembebasan Cukai Plastik Ramah Lingkungan)
"Pemulung yang jumlahnya hampir 4 juta orang biasa mendapat pemasukan dari volume plastik yang banyak untuk dikirim ke industri daur ulang juga menurun," ujarnya.
Selain itu, pengenaan cukai dapat membatasi volume penggunaan plastik. Bila volume plastik dibatasi, peluang investasi dan penerimaan pajak berpotensi hilang.
Padahal, pertumbuhan dari sektor plastik dan karet pada 2018 cukup besar, yaitu sekitar Rp 92 Triliun. Taufik juga menilai, kantong plastik akan memberikan dampak besar terhadap sektor plastik secara keseluruhan.
Kemudian, masyarakat kecil juga akan menanggung biaya plastik yang meningkat akibat bertambahnya beban produksi. "Padahal esensi kita membangun daya saing industri, salah satunya harga yang kompetitif," ujarnya.
Insentif untuk Industri Daur Ulang Plastik
Ia mengatakan, pihaknya memahami instrumen cukai diperlukan dalam upaya mendorong penerimaan keuangan negara. Namun, pengenaan cukai pada komoditi plastik dinilai kurang tepat. Sebab, bahan baku plastik masih dipenuhi dari impor hingga 40 persen.
(Baca: Kendalikan Limbah, Pemerintah Didorong Segera Terapkan Cukai Plastik)
Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang cukai, karakteristik pengenaan cukai ialah untuk komoditi yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, dan pemakaiannya mempunyai dampak negatif bagi masyarakat. Selain itu, cukai dikenakan untuk memberikan asas keadilan.
Berdasarkan aturan tersebut, Taufik menilai kantong plastik belum memenuhi karakteristik pengenaan cukai. Oleh karena itu, Kemenperin tidak sepakat tentang pengenaan cukai terhadap kantong plastik.
Taufik menilai, semestinya Kementerian Keuangan memberikan insentif fiskal untuk industri daur ulang plastik. Hal ini agar recyling rate meningkat dari 14% menjadi 25% agar volume sampah berkurang.
Dengan demikian, pemulung sejahtera, pemerintah daerah mendapatkan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), tenaga kerja terserap banyak, dan ada penambahan penerimaan pajak. "Sehingga sektor industri sebagai penyumbang pajak terbesar dan PDB tertinggi dapat meningkat lebih tinggi lagi," ujarnya.
(Baca: Tekan Impor Plastik dan Kertas, Kemenperin Dorong Industri Daur Ulang)