Kementerian Perindustrian memperkirakan industri makanan dan minuman (mamin) tumbuh di kisaran 8% pada tahun ini. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan target pemerintah di awal tahun sebesar 9,86%.
"Paling tidak diatas 8% lah. Syukur-syukur kalau bisa lebih di atas 9-10%," kata Direktur Jenderal Industri Agro Abdul Rochim di kantornya, Jakarta, Kamis (13/6).
Keraguan tersebut terjadi karena harga minyak sawit yang masih menurun hingga paruh pertama tahun ini. Sejak awal tahun hingga Mei 2019, harga minyak sawit mentah (CPO) belum bergerak di atas US$ 600 per ton. Hal ini ikut berdampak terhadap pertumbuhan industri makanan dan minuman.
(Baca: Pertumbuhan Industri Makanan Minuman Tertekan Penurunan Harga Sawit)
Karena itu, Abdul mengatakan pihaknya berupaya mendorong optimalisasi penggunaan sawit di dalam negeri guna membantu mengerek harga minyak sawit dunia. Salah satunya melalui pemanfaatan mandatori biodiesel 20% (B20) serta penggunaan green gasoline untuk menggantikan bahan bakar premium.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat, industri pengolahan makanan minuman tumbuh 6,77% pada kuartal I, melambat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya 12,7%. Meskipun pertumbuhan pada kuartal I ini lebih baik dibandingkan kuartal IV 2018 yang sebesar 2,74%.
Ketua Gapmmi Adhi S.Lukman mengatakan perlambatan disebabkan melemahnya kinerja industri pengolahan minyak sawit seiring dengan anjloknya harga komoditas perkebunan tersebut. Sementara itu, kinerja industri kecil dan menengah (IKM) makanan minuman juga tertekan, akibat fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
(Baca: Kemenperin Proyeksi Industri Manufaktur Tumbuh Hampir 5% di Kuartal II)
"Di kuartal IV 2018, volume dan harga sawit anjlok di bawah US$ 500 per ton dan belum ada peningkatan signifikan hingga awal tahun, meskipun kondisinya membaik," ujarnya kepada Katadata.co.id pada awal Mei lalu.
Dengan situasi bisnis yang masih menantang, ia memprediksi industri makanan minuman hanya akan tumbuh di kisaran 6%-8% tahun ini. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan prediksi Kementerian Perindustrian.