Di tengah kelebihan pasokan baja dunia, Indonesia justru meningkatkan produksi baja nasional. Hal ini seiring dengan kebutuhan besar untuk pembangunan infrastruktur di dalam negeri.
Deputi VII Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Perekonomian Rizal Affandi Lukman mengatakan, karena pasokan berlebih, sejumlah negara seperti Tiongkok, Uni Eropa, Jepang, Amerika Serikat, dan Afrika Selatan bahkan menekan produksi baja habis-habisan.
Negara-negara G20 juga setuju untuk membentuk forum global mengenai kelebihan produksi baja itu. Produksi baja global disebut mencapai 1.900 juta ton per tahun. Tapi, tidak semua negara mengurangi produksi.
“Beberapa negara seperti Indonesia, Meksiko, Brasil dan lainnya justru meningkatkan kapasitas industri untuk memenuhi permintaan baja domestik," kata Rizal dalam The 4th Government Task Force Team Meeting for National Steel Industry Development di Jakarta, Kamis (21/3).
(Baca: Perlambat Laju Impor, Industri Baja Domestik Diminta Genjot Produksi)
Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno mengatakan permintaan baja di dalam negeri masih tinggi dibandingkan kapasitas produksi. Maka itu, peningkatan kapasitas produksi penting dilakukan.
"Masalahnya tinggal koordinasi kebijakan agar bisa seimbang hulu dan hilirnya dalam industri baja ini," ujarnya.
Fajar menjelaskan, pemerintah mendukung pembangunan klaster industri baja 10 juta ton di Cilegon guna mendorong industri baja yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Klaster baja terdiri dari fasilitas produksi eksisting milik PT Krakatau Steel (Persero) dan PT Krakatau Posco, ditambah dengan pembangunan fasilitas produksi baru.
(Baca: Regulasi yang Membuat Industri Baja Tidak Bertambah Sehat)
Fasilitas produksi baru yakni pabrik Hot Strip Mill (HSM) II berkapasitas 1,5 juta ton direncanakan beroperasi pertengahan tahun ini. Dengan operasional pabrik tersebut, kapasitas produksi baja dari klaster tersebut diharapkan bisa mencapai 5,4 juta ton per tahun, sebelum mencapai target 10 juta ton pada 2025.