Kementerian Perindustrian akan meluncurkan Indonesia Industry 4.0 Readiness Index atau INDI 4.0 pada awal April nanti. Indeks ini akan mengukur kesiapan industri dalam bertransformasi menuju industri 4.0.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BBPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara mengatakan, penyusunan indeks tersebut telah selesai. Kementerian sedang aktif menyelenggarakan sosialiasi dan workshop penerapannya.
Kegiatan itu telah diikuti 100 peserta. Setengah dari peserta berasal dari sektor industri makanan dan minuman. Sisanya, dari sektor industri elektronika. Kemenperin juga menyelenggarakan lokakarya dengan mengundang 112 perusahaan yang mewakili lima sektor prioritas.
Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, lima sektor itu adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronika, dan kimia. “Kami akan memberikan penghargaan kepada perusahaan yang telah mencapai level tertentu menuju industri 4.0,” kata Ngakan dalam keterangan pers, Jakarta, Selasa (19/3).
(Baca: Kemenperin Dorong Insentif Pajak untuk Lima Sektor Unggulan)
Kemenperin bakal menyerahkan penghargaan itu bersamaan dengan peluncuran INDI 4.0 dalam acara bertajuk “Indonesia Industrial Summit 2019” pada tanggal 4-6 April 2019 di ICE, BSD Serpong, Tangerang, Banten. Acara ini akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Selain mengeluarkan indeks, Kemenperin juga telah menghasilkan kebijakan strategis untuk mendukung kesiapan industri 4.0. Salah satunya, perumusan insentif fiscal berupa super deductible tax. Pengurangan pajak ini akan diberikan kepada perusahaan yang mau berinvestasi di kegiatan penelitian dan pengembangan, inovasi, pendidikan serta pelatihan vokasi.
Ada pula program e-Smart IKM, yaitu memanfaatkan situs dagang daring dan marketplace sehingga industri lokal bisa memperluas pasar. “Kami juga terus mendorong pembangunan pusat inovasi industri 4.0,” ujarnya.
Kemenperin juga memiliki program Lighthouse of Industry 4.0. Program ini memilih perusahaan-perusahaan di sektor prioritas yang sukses dan bisa menjadi contoh penerapan teknologi industri 4.0. Selain itu, program tersebut juga bertujuan menghasilkan manager dan tenaga ahli mumpuni.
(Baca: Hadapi Revolusi 4.0, Pengusaha Masih Hadapi Sejumlah Tantangan)
Optimisme jelang industri 4.0
Airlangga Hartarto sebelumnya mengungkapkan hasil riset McKinsey yang menempatkan Indonesia di posisi kedua sebagai negara dengan optimisme tertinggi dalam menerapkan industri 4.0, yakni sebesar 78%. Di atasnya terdapat Vietnam sebesar 79%. Sementara di bawahnya ditempati Thailand sekitar 72%, Singapura 53%, Filipina 52% dan Malaysia 38%.
Survei ini dilakukan kepada para pemasok teknologi dan manufaktur di ASEAN. Dari jawaban mereka, sebanyak 93 persen mengatakan bahwa industri 4.0 adalah peluang. “Tingkat kesadaran untuk menerapkannya sebesar 81%, dan pertumbuhan optimismenya 63%,” kata Airlangga.
Riset McKinsey juga menunjukkan bahwa industri 4.0 akan berdampak signifikan pada sektor manufaktur di Indonesia. Misalnya, digitalisasi bakal mendorong pertambahan sebanyak USD 150 miliar (Rp 2.133 triliun) atas hasil ekonomi Indonesia pada tahun 2025. Sekitar seperempat dari angka tersebut dihasilkan oleh sektor manufaktur.
(Baca: Kepala Bappenas: Kesenjangan Ekonomi Dunia Melebar Imbas Era Digital)
Selama ini, tambah Airlangga, industri manufaktur konsisten menjadi tulang punggung bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai lebih dari 19 persen.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja industri manufaktur diperlukan upaya akselerasi penerapan teknologi digital. Teknologi yang menjadi penentu keberhasilan pada adaptasi industri 4.0, antara lain Internet of Things, Big Data, Cloud Computing, Artificial Intelligence, Mobility, Virtual and Augmented Reality, sistem sensor dan otomasi, serta Virtual Branding.