Di Tengah Perang Dagang, Ekspor CPO Astra Agro Tumbuh 300%

ANTARA FOTO/Akbar Tado
Pekerja memperlihatkan biji buah sawit di salah satu perkebunan sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi barat, Sabtu (25/3). Menurut pedagang pengepul di daerah tersebut, harga sawit mengalami penurunan dari harga Rp1.400 menjadi Rp1.000 per kilogram akibat kualitas buah tidak terlalu bagus.
Penulis: Pingit Aria
15/2/2019, 23.40 WIB

Ekspor sawit Indonesia menghadapi berbagai tantangan, dari kampanye negatif di Uni Eropa, tingginya bea masuk di India, hingga isu perang dagang. Namun, PT Astra Agro Lestari Tbk tetap mencatatkan kenaikan ekspor hingga 300% sepanjang tahun lalu.

Ekspor emiten AALI ini melonjak dari 83 ribu ton di tahun 2017 menjadi 375 ribu ton pada 2018. “Anda lihat, Eropa keras terhadap sawit, tapi mereka tetap beli karena memang tidak ada (minyak nabati lain) yang lebih produktif,” kata Presiden Direktur Astra Agro, Santosa di Bandung, Jumat (15/2) malam.

Tingginya pajak impor yang ditetapkan India pun tak merisaukannya. Sebab, pada saat yang sama, ekspor bisa dilakukan melalui negara tetangga.

Hal ini tampak dari data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), saat ekspor minyak sawit Indonesia ke India turun 12% dari 7,63 juta ton pada 2017 menjadi 6,71 juta ton pada 2018, pengiriman ke Bangladesh naik 16%, dan Pakistan 12%.

(Baca juga: Pemerintah Buka Peluang Peningkatan Ekspor ke Lima Negara Eurasia

Seperti diketahui, bea masuk produk turunan CPO dari Indonesia di India mencapai 50%. Sementara untuk pengiriman dari Malaysia hanya dikenakan bea masuk sebesar 45%.

Pola yang sama, menurut Santosa, tampak dalam ‘perang dagang’ antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Saat Tiongkok mengurangi impor kedelai dari AS, pengiriman dari Brasil justru meningkat. Padahal, Brasil juga memasok kedelai dari AS.

“Ekonomi dunia sudah terhubung, akan sulit bagi suatu negara untuk membatasi arus barang. Bahwa ada tambahan biaya logistik karena sedikit memutar, itu betul,” tuturnya.

Astra Agro mengelola 285.024 hektar kebun sawit yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Dari luasan tersebut, Astra Agro mengelola 218,409 hektare kebun inti 66.615 hektare kebun plasma, serta beberapa kebun kemitraan.

(Baca juga: Harga Komoditas Anjlok Mengancam Pertumbuhan Ekonomi Daerah)

Pada tahun 2018, Astra Agro memproduksi 5,7 juta ton tandan buah segar atau naik sebesar 10,2% dibandingkan tahun 2017. Produksi CPO Astra Agro tahun 2018 mencapai 1,9 juta ton atau naik 18,5% dibandingkan tahun 2017.

Produksi kernel juga mengalami peningkatan yakni sebesar 18% dibandingkan tahun 2017. Pada tahun 2018, produksi kernel sebesar 420.900 ton sedangkan pada tahun sebelumnya produksi kernel sebesar 356.600 ton.

Pada sektor hilir, Astra Agro memproduksi 327.600 ton Olein pada tahun 2018 atau meningkat 16,1% dari tahun 2017 yakni sebesar 282.200 ton. Sementara, Palm Kernel Oil mengalami penurunan sebesar 38,2% dari tahun 2017.