Kompetisi Pasar Sawit Indonesia Melawan Malaysia di India Makin Berat

ANTARA FOTO/Akbar Tado
Pekerja memperlihatkan biji buah sawit di salah satu perkebunan sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi barat, Sabtu (25/3). Menurut pedagang pengepul di daerah tersebut, harga sawit mengalami penurunan dari harga Rp1.400 menjadi Rp1.000 per kilogram akibat kualitas buah tidak terlalu bagus.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
13/12/2018, 08.49 WIB

Kasan mengatakan perubahan bea masuk India bisa berdampak signifikan terhadap volume impor CPO dari Indonesia. Setiap kenaikan tarif 1% di India akan menurunkan volume impor dari Indonesia sebesar 3958.7 ton. Sebaliknya, jika tarif turun 1% akan menaikkan ekspor sebanyak 3958.7 ton.

(Baca juga: Permintaan Pasar Tradisional Berkurang, Ekspor Sawit Tertekan)

Penurunan tarif dari 44% menjadi 40% pada tahun 2019 akan menyebabkan kenaikan volume ekspor sebesar 190,02 ribu ton atau kenaikan nilai sebesar US$ 135 juta. "Secara statistik, tidak signifikan terhadap volume impor CPO India dari Malaysia," kata Kasan.

 Indonesia bisa mendapatkan bea masuk yang sama melalui skema Asean-India Free Trade Agreement (AIFTA). Kenaikan tarif impor produk turunan sawit India bisa berdampak signifikan terhadap volume impor dari Indonesia dan Malaysia.

Setiap kenaikan tarif 1% di India akan menurunkan volume impor dari Indonesia sebesar 2.010 ton, sehingga penurunan tarif dari 54% menjadi 50% memberi dampak kenaikan volume ekspor turunan sawit sebesar 96,5 ribu ton atau kenaikan nilai ekspor US$ 69,76 juta.

Sedangkan bagi Malaysia, kenaikan tarif impor India 1% menurunkan volume impor turunan sawit dari Malaysia sebesar 749.05 ton, sehingga penurunan tarif dari 54% menjadi 45% berdampak pada kenaikan volume ekspor turunan sawit sebesar 80.9 ribu ton dan kenaikan nilai ekspor sebesar US% 58,02 juta.

Halaman:
Reporter: Michael Reily