Pemerintah terus memantau tren kenaikan harga beras. Melalui Perum Bulog, pemerintah mulai merelisasikan langkah antisipatif guna meredam dampak kenaikan yang lebih besar terhadap masyarakat, seperti melalui penggelontoran beras yang ada di gudang Bulog, baik yang berasal impor maupun penyerapan dalam negeri.
Direktur Operasional dan Pengadaan Publik Bulog Tri Wahyudi Saleh menyatakan instansinya telah mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk penggelontoran beras. "Momentum kita adalah fokus untuk menggelontorkan beras di gudang," kata Tri di Jakarta, Kamis (22/11).
Penugasan itu berdasarkan permintaan dua kementerian, yaitu Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setelah Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas). Kemudian, permintaan Bank Indonesia melalui Kementerian Perdagangan.
(Baca: Stabilisasi Harga, Bulog Gelontorkan Beras Impor)
Bulog pun melakukan operasi pasar nasional dengan menggelontorkan stok beras perseroan rata-rata sebesar 3 ribu ton per hari. Permintaan terus bertambah setelah Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) meminta tambahan pasokan sebesar 2 ribu ton per harinya.
Meski masih jauh dari target penugasan Rakortas yang mengharuskan Bulog operasi pasar sebanyak 15 ribu ton sehari, Tri menyebut distribusi beras dilakukan karena harga beras terus meningkat secara perlahan. "Kami distribusi ke wilayah yang mengalami kenaikan harga, daerah yang jauh dari sentra produksi," ujarnya.
Dengan kenaikan harga yang relatif kecil itu, Bulog optimistis penurunan harga bakal dicapai dalam waktu maksimal dua minggu ke depan. "Kami harus tarik terus ke bawah agar harga tidak mencapai level yang sangat tinggi," katanya.
Menurutnya, selain kenaikan harga saat ini, Bulog telah mengantisipasi lonjakan harga beras yang akan mencapai puncak pada bulan Januari dan Februari tahun depan.
Langkah antisipasi pemerintah serta Bulog bukannya tak beralasan. Sebab, menurut perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras bisa mencapai puncak tertinggi pada level Rp 12.400 per kilogram pada Februari 2019, lebih tinggi Rp 213 per kilogram dibandingkan Februari 2018.
Laporan BPS pun menyebut kenaikan harga beras akan terus berlanjut sampai bulan Februari 2018. "Informasi dari Kementerian Pertanian, bulan Februari sudah mulai panen, sehingga stok bertambah," ujar Tri.
Sedangkan dari BPS saat ini, per Oktober rata-rata harga beras mencapai sebesar Rp 11.431 per kilogram. BPS memperkirakan, kenaikan akan terus berlanjut dengan rata-rata harga bulan November sebesar Rp 11.432 per kilogram. Sehingga, ada peningkatan Rp 132 per kilogram pada November dibandingkan Oktober.
Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyatakan kekurangan pasokan beras bakal berdampak pada lonjakan harga. "Jika pemerintah tidak melakukan intervensi yang kuat, harga pasti akan naik terus," kata Dwi, bulan lalu. (Baca: Jaga Harga Beras, Mendag Surati Menteri BUMN untuk Operasi Pasar Bulog)
Mengacu pada data produksi BPS, produksi beras semester pertama tercatat sebanyak 19,64 juta ton dengan konsumsi 14,66 juta ton. Itu berarti, ada surplus sebanyak 4,98 juta ton di semester I. Sementara pada semester kedua, produksi 12,78 juta ton dengan konsumsi 14,90 juta ton sehingga defisitnya 2,12 juta ton.
Alhasil, pasokan beras terbesar hanya terjadi pada semester pertama. Karenanya, pemerintah harus mulai mewaspadai potensi kenaikan harga beras pada awal tahun depan karena produksi di semester kedua yang lebih kecil dan dalam posisi sedikit mengkhawatirkan. "Apakah surplus pada awal tahun 2018 bisa cukup hingga tahun depan, itu pertanyaan paling penting," ujarnya.