Harga Gas Murah Berakhir, Industri Kini Beli dengan Tarif Hampir 3 Kali Lipat
Kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) atau gas murah yang berlaku untuk sejumlah sektor tertentu berakhir pada 31 Desember 2024. Dua pelaku industri yang sebelumnya merasakan kebijakan ini mulai membeli gas bumi dengan harga komersial mencapai US$ 16 per juta british thermal unit (mmbtu) dari PT PGN Tbk, naik hampir tiga kali lipat.
“Informasi salah satu anggota kami, untuk harga gas yang berlaku dari PGN menggunakan perhitungan harga minyak mentah Indonesia. Estimasi sekitar US$ 16/mmbtu, berlaku untuk Januari hingga Maret 2025,” kata pengurus Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA), Saliman saat dihubungi Katadata.co.id pada Selasa (7/1).
HGBT diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 255.K/MG.01/MEM.M/2024 yang ditetapkan 9 Oktober 2024. Regulasi ini merupakan perubahan dari Keputusan Menteri ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 yang mengatur penggunaan gas bumi tertentu dan harga gas bumi tertentu di sektor industri.
Kebijakan HGBT 2024 diberikan kepada tujuh sektor industri, meliputi pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet seharga US$ 6/mmbtu. PGN bertugas sebagai penyalur gas bumi termasuk HGBT bagi industri penerima.
Selain IISIA, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus juga mengatakan hal yang sama. Berdasarkan informasi yang didapatkan Katadata.co.id, harga gas regasifikasi PGN dipatok sebesar US$ 16,77/mmbtu. Harga tersebut belum termasuk pajak pertambahan nilai atau PPN.
Yustinus berharap Presiden Prabowo Subianto segera menyatakan kelanjutan kebijakan HGBT. Menurutnya, kepastian berlanjutnya HGBT ditunggu oleh pelaku industri manufaktur dan investor.
“Dengan harga selangit, maka pemanufaktur sedang persiapan menurunkan produksi. Semakin berlarutnya ketidakpastian, maka sangat berpotensi menurunkan utilisasi, berujung pada penurunan penyerapan tenaga kerja atau PHK,” kata Yustinus kepada Katadata.co.id pada Selasa (7/1).
Dia juga mengatakan kelanjutan HGBT untuk sektor manufaktur juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Yustinus menyebut dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8,7% di 2027, maka perekonomian Indonesia harus tumbuh sesuai target yakni 5,2% di 2025.
“Sebagai langkah awal menuju 8,3%, dan menuju Indonesia Emas 2025, tanpa kuatnya sektor manufaktur maka mustahil bisa tumbuh,” ujarnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya menyampaikan bahwa pemerintah masih membahas kelanjutan kebijakan HGBT pada 2025. Kebijakan yang sebelumnya diatur hingga 31 Desember 2024 ini sedang dikaji untuk ditentukan apakah akan diperpanjang bagi seluruh perusahaan penerima sebelumnya atau hanya sebagian.
“Kami sedang mengkaji, apakah semua perusahaan yang sebelumnya diberikan HGBT, akan tetap menerima atau sebagian saja? Jika hanya sebagian, berapa banyak perusahaan atau sektor apa saja yang diberikan? Hal ini sedang dibahas oleh Plt Dirjen Minerba,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM yang dipantau secara daring pada Senin (6/1).