Sinyalemen Tak Tercapainya Pertumbuhan Target Ekspor

Agung Samosir|KATADATA
Penulis: Michael Reily
23/10/2018, 17.27 WIB

Menurutnya, pembukaan akses pasar dalam penyelesaian perundingan perjanjian dagang harus terus digalakkan pemerintah. Namun, efek perjanjian dagang masih harus menunggu waktu lama sehingga bukan solusi percepatan untuk mendongkrak ekspor.

Faisal menekankan kendala yang harus diwaspadai adalah pelemahan permintaan global karena situasi perdagangan internasional yang tak menentu. “Perang dagang Amerika dan Tiongkok sudah menyebabkan negara berkembang jadi korban,” ujarnya.

Dalam kesempatan berbeda, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P. Roeslain pun menyebutkan tantangan perdagangan global memang masih besar. Petinggi organisasi pengusaha itu berharap pelaku usaha bisa memanfaatkan perang dagang Amerika-Tiongkok dan nilai tukar yang masih lemah.

Perundingan perjanjian perdagangan bisa menjadi salah satu solusi yang dikerjakan pemerintah. “Penyelesaian perjanjian bisa mendorong ekspor kita, terutama tekstil yang bisa lebih tinggi,” kata Rosan. (Baca: Perubahan Musim Sebabkan Penurunan Ekspor Tekstil di September)

Saat paparan kinerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pun optimistis ekspor bisa mencapai target 11 persen. Sebab, dia mengeluarkan catatan pertumbuh ekspor tahun 2017 mencapai 16 persen jika dibandingkan tahun 2016, dari US$ 145,1 miliar menjadi US$ 168,7 miliar.

Menurutnya, pemerintah akan terus mengejar penyelesaian 10 perjanjian dagang yang tengah dirundingkan. Berdasarkan laporan Kementerian Perdagangan, perundingan dilakukan dengan Australia, Uni-Eropa, Kawasan Perdagangan Bebas Eropa (EFTA), Iran, Turki, Mozambique, Tunisia, dan Kemitraan Ekonomi Regional Komprehensif (ASEAN + Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan India).

Kemudian, pemerintah bakal melakukan inisiasi perundingan dengan Bangladesh dan Maroko. Selain itu, pengkajian perjanjian dagang terus dilakukan dengan Jepang, Pakistan, ASEAN dengan Australia-Selandia Baru (AANZFTA), Iran (AIFTA), dan Komunitas Asia Tenggara (AEC).

(Baca: Finalisasi Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Regional Dibayangi Hambatan)

Enggar menekankan bahwa perjanjian dagang adalah proses untuk mempertahankan pangsa pasar komoditas Indonesia di negara tujuan ekspor. “Kalau tidak, pangsa pasar kita bisa terambil oleh Vietnam atau negara lainnya,” ujarnya.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, juga mengungkapkan hal senada. Dia optimistis target 11 persen akan terpenuhi karena Kementerian Perdagangan telah memberikan kemudahan untuk ekspor dengan kebijakan Pusat Logistik Berikat alias bonded zone.

Halaman: