Proyek Pelabuhan Patimban masih terkendala masalah lahan. Masyarakat pemilik lahan belum sepakat dengan nilai ganti rugi yang ditawarkan pemerintah. Namun, pemerintah merasa biaya ganti rugi lahan tersebut sudah di atas harga pasar.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan adanya protes dari beberapa warga membuat pembebasan lahan proyek ini tersendat. Hingga saat ini pembebasan lahan Pelabuhan Patimban baru mencapai 60%. Padahal, kontrak proyek tersebut sudah diteken dan pembangunannya akan segera dimulai.
Dia menargetkan masalah lahan ini bisa selesai akhir tahun ini, sehingga pembangunan proyeknya bisa terus berjalan. Meski begitu, pemerintah belum berencana menaikkan biaya ganti rugi lahan masyarakat yang terkena dampak proyek ini.
(Baca: Pelabuhan Patimban Siap Dibangun Akhir Bulan Ini)
Menurut Budi, nilai ganti rugi lahan masyarakat yang ditawarkan pemerintah sebesar Rp 250 ribu per meter persegi sudah cukup besar. Bahkan, lebih mahal tiga sampai empat kali lipat dari harga yang ditawarkan sebelumnya. “Kami menghitung harga pasar. Artinya harganya jauh lebih (tinggi) dari harga sebelumnya,” kata Budi di kantornya, Jakarta, Jumat (27/7).
Budi mengklaim penentuan biaya ganti rugi tersebut sudah berdasarkan hasil musyawarah dengan masyarakat setempat. sudah melakukan musyawarah dengan msyarakat sana. Apalagi, hal ini juga melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang terus mengawasi prosesnya.
Sementara warga merasa nilai yang ditawarkan pemerintah terlalu kecil. Penentuan harganya pun tidak melibatkan warga melalui musyawarah. Makanya mereka menolak dan melakukan protes kepada pemerintah. (Baca: Gubernur Jabar Ingin BUMD Ikut Kelola Pelabuhan Patimban)
Dikutip dari Pikiran Rakyat, Ketua Paguyuban Tani Berkah Jaya (PTBJ) Arim Suhairim mengatakan harga yang dijadikan patokan oleh pemerintah untuk ganti rugi sebesar Rp 240-250 ribu per meter kubik, sangat kecil. “Kami menyayangkan penentuan harga tidak menempuh mekanisme pembebasan lahan, warga tidak pernah diajak musyawarah dulu,” katanya saat melakukan aksi protes di Kantor DPRD dan BPN Subang Mei lalu.
Warga ingin supaya diadakan musyawarah mengenai besarnya harga ganti rugi lahan tersebut. Mereka juga meminta besaran nilai pembebasan lahan harus dapat menyejahterakan warga yang terdampak. Paling tidak, sesuai dengan nilai terendah berdasarkan kajian Tim Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3) Institut Pertanian Bogor (IPB).
(Baca: Konsorsium Jepang-Indonesia Teken Kontrak Pembangunan Proyek Patimban)