Pengusaha Minta Pemerintah Kaji Opsi Pengurangan Impor Migas

ANTARA FOTO/Risky Andrianto
Pekerja menyelesaikan proses perakitan bodi mobil di pabrik PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Karawang, Jawa Barat, Kamis (29/3/2018). Toyota Manufacturing salah satu pabrik yang menerapkan industri 4.0.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
5/7/2018, 20.27 WIB

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan pemerintah bisa mengkaji opsi pengurangan impor komoditas  yang berkontribusi besar terhadap nilai impor, seperti minyak dan gas (migas). Meski demikian, pengurangan impor juga mesti diimbangi dengan menyediakan komoditas pengganti agar kebutuhan dalam negeri tercukupi. 

Ketua Bidang Hubungan Internasional dan Investasi, Apindo, Shinta Kamdani menyatakan impor  gas saat ini berjumlah cukup besar. “Kalau bisa dikurangi impornya, Indonesia harus bisa perbanyak penyediaan gas dalam negeri,” kata Shinta kepada Katadata, Kamis (5/7).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca migas Januari-Mei 2018 mengalami defisit US$ 5,03 miliar, menutup surplus neraca nonmigas sebesar US$ 2,19 miliar. Alhasil, neraca dagang Indonesia selama lima bulan defisit US$ 2,83 miliar.

Shinta menjelaskan pilihan penyediaan gas dalam negeri bisa dilakukan dengan mengeksplorasi cadangan gas lebih besar  untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri atau mengganti konsumsi bahan bakar dengan komoditas lain, contohnya dengan gasifikasi batu bara.

(Baca : Terkerek Impor BBM, Neraca Dagang Mei 2018 Defisit US$ 1,52 Miliar)

Karenanya Apindo juga meminta pemerintah mengkaji matang-matang terkait rencana pengurangan impor barang modal. Karena barang modal  umumnya banyak dibutuhkan pelaku usaha. Pilihan lain yang bisa digunakan untuk memperbaiki neraca dagang adalah dengan meningkatkan ekspor. 

“Pasarnya besar dan produknya didiversifikasi, itu harus kita dorong,” ujar Shinta.

(Baca juga: Jelang Puasa, Neraca Dagang April 2018 Defisit US$ 1,63 miliar)

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menyebut telah memiliki sejumlah langkah untuk mengontrol impor dan mendorong ekspor untuk mengurangi defisit neraca perdagangan dan mengantisipasi dampak lebih lanjut pelemahan nilai tukar rupiah.

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan Kasan Muhri menyatakan ada beberapa instrumen mengontrol impor. “Contohnya seperti pengenaan kebijakan anti-dumping dan safeguards terhadap barang impor,” kata dia beberapa waktu lalu.