Penurunan Harga Beras Premium Belum Pasti

ANTARA FOTO/Rahmad
Pedagang beras di Pasar Inpres Lhokseumawe, Aceh, Rabu (21/6).
Penulis: Michael Reily
7/6/2018, 18.01 WIB

Pemerintah berencana membangun struktur baru harga beras nasional. Salah satu yang sedang dikaji yaitu penurunan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras untuk sejumlah kategori, dan kali akan menyasar jenis premium. Namun, rencana yang digodok di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian itu hingga kini belum menemui kejalasan.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti mengatakan pengkajiannya masih berjalan. “Pembahasan terus dilakukan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,” kata Tjahya di Jakarta, (6/6). Kebijakan ini diharapkan dapat mempertahankan daya beli masyarakat.

Semula, rencana penurunan harga komoditas pangan itu merupakan salah satu pembahasan dalam rapat koordinasi terbatas di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian beberapa waktu lalu. Harga beras premium akan dipangkas Rp 900 per kilogram di masing-masing wilayah mulai 1 Agustus 2018. Sehingga, harga beras premium yang semula Rp 12.800 akan dipatok dengan HET Rp 11.900 per kilogram.

Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri menyatakan tidak ambil pusing dengan kebijakan HET. Pasalnya, harga yang terbentuk di pasar menjadi ekuilibrium permintaan dan penawaran. (Baca juga: Sejumlah Kalangan Kritik Rencana Kebijakan Harga Acuan Beras Medium).

Menurutnya, pemerintah sulit mengatur harga karena para pedagang dan pembeli yang menentukan. “Hukum ekonomi tidak bisa dilawan, kecuali pemerintah yang menguasai kepemilikan komoditas,” kata Mansuri.

Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengungkapkan hal senada. Alasannya, harga yang terbentuk merupakan harga terbaik dari perhitungan produksi petani hingga rantai distribusi terakhir.

Jika pedagang dipaksa mengikuti HET, kata Hizkia, akan ada pihak yang dirugikan karena tidak mendapatkan untung penjualan. Sebagai solusinya, dia menyarankan pemerintah untuk memotong rantai distribusi pangan dari produsen hingga konsumen.

Proyeksi CIPS, semakin pendek rantai distribusi pangan, semakin rendah biaya yang dikeluarkan. “Berikan akses kepada pedagang pasar untuk dapat menjangkau distributor utama atau bahkan produsen sehingga akan tercipta harga keseimbangan pasar yang lebih terjangkau,” ujar Hizkia.

Sebelumnya, pemerintah menyampaikan pula rencana untuk memangkas harga beras kelas medium sebesar Rp 550 per kilogram di ketiga zonasi pembagian harga. Beras medium seharga Rp 9.450 akan dijual dengan harga Rp 8.900 per kilogram. Namun usulan itu ditunda dengan pertimbangan pembentukan harga dengan penetrasi pasar.

Penundaan penurunan HET beras medium ini kemudian menarik kembali usulan kebijakan HET beras premium. Begitu pula dengan fleksibilitas 10 persen harga pembelian pemerintah (HPP) yang rencananya juga dicabut. “Kemungkinan tidak akan ada perubahan,” kata Tjahya. (Baca juga: Pemerintah Tunda Rencana Penurunan Harga Beras Medium).

Sebelumnya, Direktur Pengadaan Bulog Andrianto Wahyu Adi mengatakan, jika kebijakan  fleksibilitas dihentikan, patokan HPP gabah akan kembali mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015. Dampaknya,  kemampuan Bulog  menyerap gabah dan beras petani bisa berkurang karena harga acuan pembelian gabah dan beras petani menjadi lebih rendah.

Namun, menurutnya, pembentukan HPP di satu sisi bisa mempengaruhi psikologi pasar, khususnya dalam menekan harga gabah yang saat ini masih tinggi. “Kami harus pintar-pintar melakukan penyerapan, mungkin kami pilih gabah,” kata Andrianto.