Rencana pemerintah menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas beras medium untuk menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen menuai kritik dari sejumlah kalangan. Kebijakan itu dinilai tak efektif meredam harga, karena harga beras di pasar bergerak fluktuatif mengikuti hukum pasar.
Sejumlah kalangan yang terdiri dari petani, pengusaha penggilingan, pedagang pasar, hingga pengamat meminta pemerintah untuk mempertimbangkan keputusan penurunan harga acuan beras.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Thohir mengungkapkan kekhawatiran harga pembelian gabah petani akan lebih rendah karena pemerintah juga telah mematok harga jual beras konsumen menjadi lebih rendah.
“Pembeli gabah petani pasti akan menekan harga jadi kami akan lakukan perlawanan dengan menyimpan gabah lebih banyak,” kata Winarno kepada Katadata, Senin (4/6).
Langkah menyimpan gabah yang dilakukan petani bertujuan supaya harga jualnya tidak jatuh. Dia menjelaskan langkah menyimpan gabah bakal dilakukan oleh anggota KTNA dan jaringan petani lainnya. Secara total, ada 6,1 juta orang anggota petani KTNA dari total sekitar 15,5 juta rumah tangga petani.
(Baca : Pemerintah Siap Terbitkan Aturan Penurunan HET Beras Medium)
Selain itu, dia pun mengungkapkan kemungkinan akan ada aksi demonstrasi di daerah untuk menolak pembelian harga gabah dengan harga murah. Pasalnya, sejak tiga tahun terakhir harga Harga Pembelian Pemerintah (HPP) tidak mengalami perubahan, sebagaimana yang mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015. Sementara itu, Winarno menyebut, inflasi terus bergerak naik.
Dia pun mengakui bahwa penggilingan kecil akan semakin rugi jika petani tidak mau menjual gabah dengan harga rendah. “Harga di penggilingan tidak akan ketemu, bisa bangkrut pengusaha giling yang kecil,” ujarnya.
Hal senada juga diungkap Ketua Persatuan Pengusaha Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi). Ketua Perpadi Soetarto Alimoeso mengungkapkan keputusan mendadak pemerintah untuk penurunan HET membuat pihaknya kebingungan. Pasalnya, penggilingan sudah membeli gabah kering panen seharga Rp 4.600 per kilogram dengan ekspektasi menjual beras medium sesuai HET di kisaran Rp 9.450 per kilogram.
Sehingga, stok gabah kering panen dengan penghitungan modal tersebut berpotensu menimbulkan kerugian jika harus dijadikan beras dengan harga jual Rp 8.900 per kilogram. “Kami mengusulkan implementasi kebijakan itu ditunda,” kata Soetarto.
Perpadi mengusulkan adanya kelonggaran aturan penjualan beras terkait syarat baru, yaitu di bawah medium. Yang mana salah satu usulannya mengenai kadar pecah dan kadar airnya tak harus seketat syarat beras medium sebelumnya. Sehingga nantinya, beras di bawah medium bisa dijual dengan harga lebih rendah atau d bawah harga Rp 8.900 per kilogram. Dengan usulan itu, Soetarto pun yakin masyarakat bisa menerima beras ketentuan dengan standar kualitas di bawah medium.
(Baca : Harga Beras Variatif, Pedagang Akui Sulit Terapkan HET di Pasar)
Dia pun menjelaskan pengusaha bakal kesulitan melakukan produksi beras medium jika harga beli gabah berada di kisaran Rp 4.600 per kilogram. Petani pun tidak akan menjual harga lebih rendah. Sementara penggilingan dikhawatirkan bakal mengalihkan produksinya ke produksi beras premium karena harganya lebih tinggi dengan marginnya yang lebih menjanjikan.
Sementara di hilir, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri pun menekankan HET dan harga acuan akan sulit diterapkan di pasar. Pasalnya, beberapa harga komoditas, khususnya beras saat ini sudah berada di atas harga yang diatur oleh pemerintah.
Menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga satu kilogram beras kualitas medium per 4 Juni 2018 saat ini berkisar antara Rp 11.750 hingga Rp 11.900. Sedangkan, beras kualitas super harga jual rata-ratanya saat ini mencapai Rp 12.750 sampai Rp 13.100. Kedua jenis beras berada di atas patokan HET pemerintah.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menuturkan, harga jual beras di pasar sejatinya bakal mengikuti perkembangan penawaran dan permintaan. Jika terjadi kelangkaan beras medium, harga pun bakal melambung. Lonjakan harga beras medium pun secara otomatis juga akan mengerek kenaikan harga beras premium.
Karenanya, Dwi memproyeksikan kebijakan penurunan HET beras bakal memicu fenomena yang sama ketika aturan HET dikeluarkan pada Agustus 2017 lalu: Pengusaha memilih bisnis beras premium, sementara beras medium menjadi langka pasar. Padahal, sebagian besar masyarakat mengkonsumsi beras medium.
(Baca : Mendag Minta Pedagang Ikuti HET Beras Mulai 1 April)
“Dampak kenaikan harga itu lebih kisruh, kebijakan pemerintah tidak jalan dan masyarakat kesulitan mendapatkan beras,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah akan menerbitkan aturan baru terkait perubahan HET sebesar Rp 500 untuk komoditas beras medium dengan pembagian zonasi tetap tiga wilayah. Penurunan harga acuan itu sekaligus akan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2017 yang mengatur tentang penetapan HET beras.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan perubahan harga telah dibahas dan diputuskan di Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. “Salah satu alasan perubahan HET beras agar daya beli masyarakat menjadi lebih terjangkau,” kata Enggartiasto, pekan lalu.
Pasalnya berdasarkan evaluasi, harga beras medium di 34 provinsi diklaim berhasil lantaran rata-rata harganya mampu dijaga di kisaran di HET. Alhasil, Rakortas kemudian menetapkan untuk menurunkan harga beras medium, sementara untuk harga beras kualitas premium tidak mengalami perubahan.
Mengacu pada Permendag 57/2017, harga beras dibagi menjadi 3 kategori wilayah. Harga beras medium di zonasi Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi sebelumnya dipatok sebesar Rp 9.450 per kilogram. Kemudian, Sumatera (kecuali Lampung dan Sumatera Selatan), Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan HET ditetapkan sebesar Rp 9.950 per kilogram. Sementara Maluku dan Papua sebesar Rp 10.250 per kilogram.
Dengan penurunan harga sebesar Rp 500, maka HET beras medium per kilogram di ketiga wilayah masing-masing turun menjadi Rp 8.950, Rp 9.450, dan Rp 9.750. “Kami menghitung Rp 500 yang merupakan biaya transportasi,” ujar Enggar.