Perdebatan data impor garam antara Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tak menemui titik temu selama beberapa bulan terakhir. Pada akhir pekan lalu, polemik itu berakhir dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.
PP ini menghapuskan kewenangan rekomendasi impor garam dari KKP. Padahal rekomendasi KKP ini merupakan syarat impor garam yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
Sebaliknya PP yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 15 Maret 2018 itu memberikan kewenangan impor garam kepada Kementerian Perindustrian, dengan penerbitan izin impor tetap lewat Kementerian Perdagangan.
(Baca juga: Akhiri Kemelut Impor Garam Industri, Ini Isi PP yang Diteken Jokowi)
Keputusan ini menandai takluknya kementerian yang dipimpin Susi Pudjiastuti dan para petambak rakyat dari kepentingan impor garam. Peraturan ini pun sekaligus melindungi praktek izin impor garam yang diterbitkan Kementerian Perdagangan yang diduga tak sesuai prosedur yang berlaku.
Pasalnya, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan izin impor garam sebanyak 2,37 juta ton pada 4 Januari 2018 sebelum keluarnya rekomendari dari KKP. Rekomendasi KKP terbit pada 26 Januari 2018.
“Izin impor garam yang diterbitkan tanpa rekomendasi KKP itu tak sesuai prosedur yang berlaku, apalagi PP pun tidak berlaku surut atau mundur,” kata Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin.
PP Nomor 9 Tahun 2018 ini pun masih menyisakan problema karena dinilai bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2016 dan rencananya akan digugat ke Mahkamah Agung. Di samping itu, kuota impor garam yang melonjak di tahun 2018 saat diselenggarakan perhelatan politik besar yakni pemilihan kepala daerah serentak dan dimulainya kampanye pemilu, menjadi perhatian publik.
(Baca juga: Disebut Tabrak Aturan, PP Impor Garam Bakal Digugat ke MA)
Lonjakan impor garam sekitar 42%
Kementerian Perindustrian membuat perencanaan kebutuhan garam industri sejak akhir 2017. Pada 20 Desember 2017, kementerian yang dipimpin Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto telah mengirimkan data kebutuhan garam industri kepada beberapa kementerian terkait. Data kebutuhan garam industri sebanyak 3,7 juta ton ini yang kemudian ditetapkan sebagai kuota impor garam oleh Kementerian Koordinator Ekonomi.
Jumlah ini melonjak sekitar 42% dibandingkan dari realisasi impor garam industri pada 2017 lalu yang mencapai 2,6 juta ton. Kementerian perindustrian beralasan lonjakan tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekspansi industri selama 2018.
Jakfar mengkritik lonjakan kebutuhan impor garam di luar pergerakan tren yang dianggapnya tak sesuai dengan target pertumbuhan industri. Padahal pada 2018, Kemenperin menargetkan pertumbuhan industri pengolahan non-migas sebesar 5,67%. Target ini dianggap tak terlalu signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pertumbuhan industri pengolahan nonmigas tercatat 5,49% pada kuartal ketiga tahun lalu.
“Meskipun kenaikan industri melebihi target, Kemenperin pun memperkirakan pertumbuhannya maksimal 8%, menagapa lonjakan impor garamnya begitu besar?” tanya Jakfar.
Dia khawatir impor garam yang terlalu besar akan menyebabkan perembesan ke pasar lokal. Apalagi selisih harga antara garam impor dengan lokal sangat tinggi. Menurut Jakfar, garam impor asal India dan Australia ketika sampai di Indonesia harganya sekitar Rp 400- Rp 650 per kilogram. Sementara garam lokal saat ini sekitar Rp 2.700 per kilogram.
“Keuntungan yang sangat besar apabila merembes menjual ke pasar lokal,” kata Jakfar.
Apabila terjadi perembesan ke pasar dalam negeri, harga garam dari para petambak pun diperkirakan bakal anjlok. Harga anjlok mengancam kehidupan 52.000 kepala keluarga yang mengelola 26 ribu hektar lahan garam.
Perusahaan baru dapat izin impor
Sehari setelah Kemenperin mengedarkan data kebutuhan garam industri, pada 21 Desember 2017 diadakan rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Maritim. Rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Maritim Luhut Binsar Pandjaitan awalnya beragendakan evauasi perkembangan pembangunan dan pengembangan usaha komoditas penggaraman nasional. Namun di tengah jalan, rapat membahas permintaan impor garam yang diajukan Kementerian Perindustrian.
Dalam rapat itu, Menteri Susi tidak hadir, hanya diwakili anak buahnya. Dalam notulensi rapat tanggal 21 Desember ini pun sama sekali tak memberikan catatan soal impor garam.