Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pemberian kewenangan rekomendasi impor garam kepada Kementerian Perindustrian akan terbit pekan ini. Pembahasan RPP dikebut untuk merespon kelangkaan garam industri.
Masalah ini bermula dari rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang tak sesuai dengan izin impor dari Kementerian Perdagangan. Rekomendasi impor dari KKP untuk garam industri sebesar 1,8 juta ton. Sementara itu, izin yang diterbitkan Kementerian Perdagangan berdasarkan rapat koordinasi terbatas di Kemenko Perekonomian sebanyak 2,37 juta ton.
“Mudah-mudahan pekan ini selesai. Akan dikebut. Ini untuk merespons kondisi kritis yang disampaikan pelaku industri,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar ketika dihubungi Katadata, Kamis (15/3/2018). (Baca juga: Polemik Garam, Kemenperin Minta Kewenangan Rekomendasi Impor).
Haris mendapat laporan banyak perusahaan akan berhenti berproduksi akibat kelangkaan garam industri. Beberapa perusahaan menyatakan terdampak kelangkaan garam, seperti PT Garuda Food, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Unilever, dan Wings Food. “Banyak yang akan setop produksi sehingga kita akan mengalami kerugian miliaran dolar Amerika Serikat,” kata Haris.
Setelah RPP disahkan, Kementerian Perindustrian akan meminta permohonan kebutuhan dari industri pengguna garam. Atas dasar itu dibuatlah rekomendasi untuk disampaikan kepada Kementerian Perdagangan sebagai penerbit izin impor. (Baca pula: Stok Garam Menipis, Pabrik Garuda Food Terancam Berhenti Beroperasi).
Haris meyakinkan Kementerian Perindustrian bakal mengeluarkan rekomendasi dari sisa kebutuhan industri yang belum dipasok importir. Adapun usulan awalnya, kebutuhan garam impor mencapai 3,7 juta ton per tahun. “Sesuai dengan kebutuhan industri, dikurangi dengan yang sudah diimpor tahun 2018,” ujar Haris.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Ahmad Sigit Dwiwahjono mengungkapkan rekomendasi impor dengan angka yang kurang tepat bisa mengancam kelangsungan usaha industri pengguna garam. Dampaknya, operasional pabrik sejumlah perusahaan berhenti. “Seharusnya kewenangan rekomendasi di Kementerian Perindustrian karena menyangkut sektor industri yang mempunyai nilai ekonomi Rp 1.200 triliun,” kata Sigit kepada Katadata, Rabu (14/3).
Ia mencontohkan, pabrik industri kertas dan pengolah garam penyuplai industri makanan beberapa di antaranya sudah berhenti produksi. Selain itu, Indofood Group dan Garuda Food juga mengungkapkan kekhawatiran serupa karena stok bahan baku garam industri hanya cukup untuk memenui kebutuhan beberapa pekan lagi.
Sengkarut pengaturan importasi garam di tingkat kementerian juga diungkapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan. Ia menjelaskan industri sudah mengungkapkan kebutuhannya karena izin impor 2,37 juta ton yang dikeluarkan masih kurang.
Izin itu diterbitkan atas keputusan Rapat Koordinasi Terbatas. Namun, data tersebut rupanya berbeda dengan angka rekomendasi impor yang disampaikan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar 1,8 juta ton. (Lihat pula: Kekurangan Stok Garam, Bisnis Indofood Group Terancam Terganggu).
Sebelumnya, izin impor 2,37 juta ton garam industri sudah terbit untuk 21 perusahaan sektor chlor alkali plant (CAP), farmasi, dan pengasinan ikan. Izin impor keluar sebelum rekomendasi selesai disampaikan oleh KKP.
Adapun Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti menyatakan pengaturan serta alokasi perusahaan atau industri yang mendapatkan impor merupakan kewenangan Kementerian Perdagangan. Rekomendasi mengacu pada neraca garam industri sesuai undang-undang dan Peraturan Menteri KP Nomor 66 Tahun 2017.
Brahmantya akan mengkaji ulang penambahan pasokan impor garam industri. “Sesuai peraturan, kami menunggu laporan realisasi dari Kemendag, juga dari Kemenperin bila memerlukan tambahan pasokan garam industri,” ujarnya. (Lihat juga: Kesulitan Bahan Baku Garam, 5 Perusahaan Makanan Berhenti Beroperasi).
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pembahasan masih terus dilakukan untuk menyelesaikan situasi yang tidak jelas. Namun, dia belum bersedia menjelaskan secara detail mengenai solusi serta usulan terkait perubahan regulasi yang tengah dikaji.