BPDP Klaim Dana Sawit Hemat Anggaran Negara Rp 21 Triliun

ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
Saat ini, sekitar 41% lahan perkebunan dikelola petani swadaya
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
6/3/2018, 18.56 WIB


Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit mengklaim telah melakukan penghematan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 21 triliun sejak 2015 hingga 2017. Penghematan itu lantaran program mandatori biodiesel pemerintah yang tidak lagi didanai dari APBN, melainkan dibebankan lewat BPDP kelapa sawit sejak Agustus 2015.

Penyaluran biodiesel dengan melalui BPDP kelapa sawit terus mengalami peningkatan. Pada 2015, penyaluran untuk insentif biodiesel tercatat sebesar 430 ribu kiloliter kemudian meningkat menjadi 2,77 juta kiloliter pada 2016, dan sebesar 2,37 juta kilo liter pada tahun lalu.

(Baca : BPDP: 75% Dana Patungan Ekspor Sawit untuk Subsidi Biodiesel)

Insentif biodiesel merupakan cara mencapai target pengurangan emisi gas buang sebesar 29% hingga 41% pada 2030. Selain itu, insentif biodiesel juga bisa menjadi cara lain  pemerintah meningkatkan kesejahteraan petani sawit dan mendorong peningkatan harga minyak kelapa sawit (CPO) dan Tandan Buah Segar (TBS).

Sebab, sekitar 41% lahan perkebunan dikelola petani swadaya. “Jika hasil produksi petani tidak diserap melalui program biodiesel, harga bisa turun dan mengurangi pendapatan,” ujar Direktur Utama BPDP Dono Boestami di Jakarta, Selasa (6/3).

Ia mencontohkan, pada 2016 dimana produksi biodiesel mencapai sekitar 3,66 juta kiloliter sedangkan penyerapan minyak sawit sekitar 4,06 juta kiloliter. Kondisi itu menyebabkan harga meningkat sampai US$ 750 per ton. Adapun pada 2016 dan 2017, alokasi pendanaan biodiesel telah mencapai 90%.

“Tanpa penerapan kebijakan program biodiesel, Indonesia sulit memenuhi komitmen,” katanya.

Saat ini terdapat sekitar 19 perusahaan produsen biodiesel yang menerima insentif karena telah memenuhi syarat kualitas untuk menjadi penyalur. Besarannya insentif yang diberikan tergantung jumlah biodiesel yang diproduksi.

Namun, ia juga menekankan bawa pemberian insentif biodiesel bersifat sementara hingga harga indeks pasar bahan bakar jenis solar naik dan menyakan harga indeks pasar biodiesel. Pasalnya, terjadi penghematan Rp 14,83 triliun per tahun lantaran Indonesia tidak mengimpor solar sebanyak 3 juta kiloliter.

(Baca juga: Malaysia Tertinggal dari Indonesia Soal Campuran Sawit dalam Biodiesel)

“Pemberian insentif juga bisa dialihkan jika terdapat alternatif untuk menyerap hasil produksi minyak sawit untuk pasar dalam negeri maupun ekspor,” terang Dono lagi.BPDP mencatat, per Juni 2015 penyaluran insentif biodiesel mencapai sebanyak 430 ribu kilo liter. Angka tersebut kemudian meningkat menjadi 2,77 juta kilo liter pada 2016 dan sebesar 2,37 juta kiloliter per tahun lalu. Insentif biodiesel merupakan pemenuhan target nasional pengurangan emisi sebesar 29%, hingga mencapai 41% pada 2030.

“Tanpa penerapan kebijakan program biodiesel, Indonesia sulit memenuhi komitmen,” kata Direktur Utama BPDP Dono Boestami di Jakarta, Selasa (6/3).

Dono menjelaskan ada 19 perusahaan produsen biodiesel yang menerima insentif karena telah memenuhi syarat kualitas untuk menjadi penyalur. Besarannya tergantung jumlah biodiesel yang disalurkan.

Insentif biodiesel juga dianggap sebagai peningkatan kesejahteraan petani sawit. Peningkatan harga Tandan Buah Segar (TBS) mengikuti harga minyak kelapa sawit. Sebesar 41% lahan perkebunan dikelola petani swadaya. “Jika hasil produksi petani tidak diserap melalui program biodiesel, harga bisa turun dan mengurangi pendapatan,” jelas Dono.

Contohnya, pada 2016, produksi biodiesel mencapai sekitar 3,66 juta kiloliter dengan penyerapan minyak sawit sekitar 4,06 juta kiloliter. Kondisi itu menyebabkan harga meningkat sampai US$ 750 per ton. Pada 2016 dan 2017, alokasi pendanaan biodiesel mencapai 90%.

Dono menekankan, pemberian insentif biodiesel bersifat sementara hingga harga indeks pasar bahan bakar jenis solar naik dan menyamai harga indeks pasar biodiesel. Insentif biodiesel turut mendorong penghematan devisa negara Rp 14,83 triliun per tahun lantaran Indonesia tak perlu mengimpor 3 kilo liter solar.

“Pemberian insentif juga bisa dialihkan jika terdapat alternatif untuk menyerap hasil produksi minyak sawit untuk pasar dalam negeri maupun ekspor,” terangnya.

Reporter: Michael Reily