Kebijakan impor beras yang tidak konsisten oleh pemerintah mengundang pertanyaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Parlemen pun berencana untuk membentuk tim pengawas impor beras.
Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno menyatakan, penjelasan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat rapat dengar pendapat tidak meyakinkan. “Satu fakta yang belum mampu meyakinkan kami adalah soal ketersediaan beras,” kata Teguh di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (18/1).
Menurut Teguh, Kementerian Perdagangan (Kemendag) harus memiliki data pasokan beras di gudang, baik di gudang Bulog, maupun gudang pedagang beras. Pasalnya, pemerintah memiliki wewenang untuk meminta data, sehingga seharusnya stok terpantau.
Perbedaan pendapat Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Pertanian pun jadi pertimbangan pembentukan tim pengawas. menilai opini kontradiktif pemerintah juga harus dikoordinasikan. “Kementerian Pertanian menyatakan kita sudah swasembada beras, tidak perlu impor,” ujar Teguh.
(Baca juga: Bulog Siapkan Anggaran Rp 15 Triliun untuk Kelola Beras)
DPR Oleh karena itu, Teguh juga berniat untuk mengadakan Rapat Gabungan dengan Komisi IV yang membidangi pertanian. Sehingga, DPR bisa melihat kebijakan impor beras dari sisi hulu.
Sementara, Enggar mengungkapkan kebijakan impor beras dilakukan berdasarkan perhitungan batas aman stok beras yang dimiliki Bulog. Pasalnya, persediaan Bulog mampu mempengaruhi harga di pasar.
Hingga 17 Januari, posisi stok Bulog hanya sebesar 854 ribu ton, padahal cadangan beras yang aman seharusnya di atas 1 juta ton. Sedangkan, stok untuk beras sejahtera sebesar 250 ribu ton. Kemudian, penyaluran Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sampai 31 Maret diperkirakan butuh 134 ribu ton. “Maka, pilihan yang saya tempuh adalah impor beras untuk mengisi kebutuhan pasar,” jelas Enggar.
(Baca juga: Harga Beras Mahal, Pemerintah Perluas Jangkauan Operasi Pasar)
Ia pun memastikan hasil panen petani pada musim hujan mendatang bakal tetap diserap oleh Bulog dengan alasan penugasan. Menjelang panen raya, impor beras dianggap sebagai langkah yang tidak tepat.
Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti pun menjelaskan telah melakukan operasi pasar sejak November 2017. Tujuannya, untuk memperlambat lonjakan harga beras.
Catatannya, pada November, Bulog telah menggelontorkan 20 ribu ton beras. Lalu, operasi pasar pada Desember telah menghabiskan 30 ribu ton.
Terakhir, hingga 16 Januari, Bulog pun memperluas operasi pasar hingga 70 ribu ton. Total, operasi pasar selama 2,5 bulan mencapai 120 ribu ton. “Hasilnya memang tidak mampu meredam harga, belum banyak beranjak turun,” ujar Djarot.