Bulog Siapkan Anggaran Rp 15 Triliun untuk Kelola Beras

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
16/1/2018, 06.00 WIB

Perum Bulog telah menyiapkan dana sebesar Rp 15 triliun khusus untuk menangani logistik beras selama tahun ini. Di antara penggunaan dana tersebut adalah untuk impor.

Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti menyatakan, perusahaannya berupaya mencapai target penyerapan sebesar 2,7 juta ton setara beras pada tahun ini. Selain itu, Bulog juga akan mengimpor hingga 500 ribu ton beras. “Saya mulai proses administrasi dari awal sampai barang sampai,” ujarnya, Senin (15/1).

Ia menyatakan, perlu setidaknya 20 hari dari pembukaan letter of credit (LC) hingga beras dikirim. Karena itu, ia menargetkan beras impor yang dipesannya akan datang paling tidak pada awal Februari mendatang.

(Baca juga: Harga Beras Mahal, Pemerintah Perluas Jangkauan Operasi Pasar)

Sementara, Ketua Umum Persatuan Pengusaha dan Penggilingan Padi Indonesia (Perpadi) Soetarto Alimoeso mengungkapkan, Bulog mesti mendapatkan jaminan pasar untuk memenuhi target pemerintah. Menurutnya, Bulog harus menjalin kerja sama dengan pedagang di daerah agar berasnya tidak menumpuk di gudang.

Selain itu, Soetarto yang juga mmantan Direktur Utama Bulog menjelaskan, perusahaan pelat merah itu harus memiliki cadangan pangan nasional. “Untuk mengadakan tiga hingga empat juta ton, tidak sesulit tahun 2017,” ujarnya, di tempat berbeda.

Ia menambahkan, perbedaan kualitas panen pada panen raya harus terserap dengan tepat. Pasalnya, harga gabah dan beras di tingkat petani dan penggilingan bakal jatuh kalau dibiarkan. Kualitas panennya juga berada di bawah panen gadu, alasannya hujan bisa membuat tinggi kadar air dalam gabah.

(Baca juga: Pantauan Ombudsman: Data Surplus Beras dari Mentan Tak Akurat)

Soetarto juga menyorot Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk musim panen raya. Sebab, harganya sudah tidak lagi relevan. Patokannya adalah gabah sebesar Rp 3.700 dan beras Rp 7.300. “Pemerintah harus menetapkan berapa yang akan dikehendaki harga di tingkat petani dan tingkat penggilingan,” ujarnya lagi.

Hal senada juga diungkapkan oleh peneliti Institute of Development for Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin. Menurutnya, Bulog melakukan perencanaan stok dan persiapan anggaran pada musim panen gadu. “Insentif panen per bulan menjadi salah satu faktor yang hilang,” kata Bustanul.

Sementara, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyetujui usulan Perpadi untuk pengembangan pasar induk beras di daerah. Alasannya, pasar induk menjadi pembentuk harga secara regional.

(Baca juga: Ombudsman Temukan 4 Indikasi Pelanggaran Wewenang Impor Beras)

Syarkawi pun mencontoh Pasar Induk Beras Cipinang dalam ketersediaan pasokan. “Kalau pasokan di PIBC kurang 30%, seolah seluruh Indonesia kekurangan beras,” tuturnya. Oleh karena itu, Syarkawi mengatakan pemerintah perlu mendorong bagaimana bentuk pasar induk beras baru di sentra produksi, yakni 11 daerah produsen beras terbesar.

Reporter: Michael Reily