Kementerian Perdagangan dan Perum Badan Usaha Logistik (Bulog) memperluas jangkauan operasi pasar hingga 1.800 titik jual secara nasional, dari sebelumnya hanya 1.100 titik. Operasi pasar terus digelar karena kenaikan harga akibat rendahnya produksi beras nasional.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, beras medium dalam operasi pasar ini dujual dengan harga Rp 9.300 per kilogram. “Pelepasan operasi pasar beras diawali di 10 pasar di wilayah DKI Jakarta dan diikuti secara serentak di seluruh wilayah Indonesia hingga akhir Maret 2018,” kata Enggar di Jakarta, Selasa (9/1).
Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga beras kualitas medium sudah mencapai Rp 12.050 per kilogram. Jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan, Rp 9.450, Rp 9.950, dan Rp 10.250.
Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti pun mengakui operasi pasar yang dilakukan belum berhasil menurunkan harga beras di pasar. “Sejak November kami sudah lakukan operasi pasar, kuantitas dan jangkauannya masih belum cukup meredam pergerakan harga yang ada,” kata Djarot.
(Baca juga: Stok Bulog Menipis, Harga Beras Diprediksi Bakal Naik Hingga Maret)
Ia mengakui Bulog telah menggelontorkan 50 ribu ton beras dalam operasi pasar secara nasional. Rata-rata beras cadangan pemerintah yang digunakan setiap harinya mencapai 13 ribu ton.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menilai, dengan kapasitas stok yang minim, operasi pasar Bulog tak akan efektif menekan kenaikan harga. Ia pun memprediksi kenaikan harga beras bakal terjadi hingga Maret. Alasannya, data surplus produksi 17,4 juta ton yang diklaim Kementerian Pertanian tidak ada buktinya.
“Karena data pasokan sudah sama sekali tidak digunakan untuk kebijakan, kita harus lihat data pergerakan harga,” ujarnya.
Sementara, Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Jakarta Nellys Soekidi menyatakan, tingginya harga beras di pasaran disebabkan oleh minimnya pasokan di daerah sentra produksi. Nellys juga mendapatkan informasi dari daerah memang harganya melambung jauh karena kelangkaan gabah.
“Pedagang itu beli biasanya dari sumber sudah mahal, kita jual dengan selisih yang pantas kita jual ke pedagang bawah,” kata Nellys.
(Baca juga: Klaim HET Sukses, Kemendag Kaji Patokan Harga Telur dan Daging Ayam)
Begitu pun Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi menjelaskan stok yang ada di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC)semakin berkurang. Data PIBC, pasokan hari ini hanya sekitar 32 ribu ton, padahal batas amannya 30 ribu ton.
“Kalau dibilang stoknya berkurang, ya memang,” ujar Arief. Namun, PIBC yang menjadi alat ukur persediaan beras nasional mendapatkan bantuan dari segala pihak terutama Bulog.
Data PIBC juga menyebutkan, komposisi beras yang tersedia di Bulog mencapai 38% dan sebesar 62% merupakan beras reguler. Padahal, jika pasokannya aman, Arief mengungkapkan beras Bulog hanya mengisi sekitar 5-9% stok PIBC. “Kali ini situasi harga tinggi,” tuturnya.
Sebaliknya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman tidak mengakui terjadinya produksi yang minim. Malah, dia mengklaim swasembada beras tiga tahun berturut-turut pada pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
“Tidak ada paceklik,” kata Amran, saat evaluasi upaya khusus swasembada pangan di Kantor Kementerian Pertanian, pekan lalu.