Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah membuka peluang negara lain di luar Jepang dalam pendanaan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya. Dia menilai jika nantinya ada negara lain yang bisa mendanai lebih murah, Indonesia bisa saja tidak mengambil pendanaan dari Jepang.
"Jadi masalah struktur pendanaannya kami minta betul-betul supaya efisien,” kata Luhut dalam siaran pers, Kamis (14/12).
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya merupakan salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan pemerintah Indonesia dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di Tokyo, Jepang pada Rabu (13/12). Pertemuan tersebut dilakukan menjelang perayaan 60 tahun hubungan bilateral kedua negara yang akan dilaksanakan pada Januari 2018.
(Baca: Adu Jepang dan Korsel, Kajian Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Maret 2018)
Lebih lanjut Luhut mengatakan, pemerintah akan mencari pilihan yang terbaik dalam menentukan pendanaan proyek tersebut. “Jadi jangan sampai nanti ada orang lain (selain Jepang) bisa mendanai lebih murah, tapi kami (tetap) ambil mereka (Jepang),” kata Luhut.
Luhut mengatakan pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya tidak boleh membebani keuangan negara. “Jangan sampai pembengkakan utang berlebihan yang tidak jelas pengembaliannya. Indonesia sekarang tuh sudah berbeda dengan dulu, tidak bisa asal berutang saja," kata dia.
Luhut mengatakan telah menjelaskan kepada pemerintah Jepang bahwa pemerintah saat ini masih melakukan kajian yang diperkirakan selesai pada Maret 2018. Pemerintah akan membandingkan hasil kajian antara Korea Selatan, Jepang dan juga Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Selama ini Jepang menggunakan teknologi narrow gauge, dan pemerintah menggandeng Korea Selatan yang terbiasa menggunakan teknologi standard gauge.
(Baca: Bertemu Jepang, Jokowi Ingin Kereta Jakarta – Surabaya Lebih Kencang)
Luhut mengatakan, dirinya memang lebih condong menggunakan teknologi standard gauge. Alasannya, teknologi ini diklaim lebih maju dibandingkan narrow gauge. Di dunia pun, hanya tinggal Indonesia, Jepang, dan Australia yang menggunakan teknologi narrow gauge.
Dengan standard gauge, kereta ini bisa menempuh Jakarta-Surabaya hanya dengan waktu 3,5 jam karena memiliki kecepatan 200 km/jam. Namun, memang, biaya yang di keluarkan untuk menggunakan teknologi tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan narrow gauge.
Sementara itu, dari hasil pra-studi kelayakan yang dilakukan Japan International Cooperation Agency (JICA), dengan menggunakan sistem narrow gauge, jarak 748 kilometer Jakarta - Surabaya akan ditempuh dalam waktu 5,5 jam dengan kecepatan rata-rata 160 kilometer.
(Baca: Kajian Kereta Semicepat Jakarta – Surabaya Akan Dievaluasi Pihak Lain)